Pengamat: Bawaslu Harus Hargai Aduan Masyarakat Terkait Pelanggar Pemilu

JAKARTA, Pewartasatu.com – Aktivis dan pengamat politik, Ray Rangkuti, mengatakan, bahwa Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus menghargai aduan masyarakat terkait pelanggaran pemilu dan memproses aduan tersebut. Sehingga kepercayaan masyarakat dengan penyelenggara pemilu tidak berkurang.

“Jangan sampai orang nanti putus asa, udah semangat tapi penyelenggaranya tidak bagus, panitianya tidak bekerja maksimal akhirnya orang semangatnya turun lagi,” katanya di Jakarta, Jumat (22/7/2022).

Rangkuti mengatakan, KPU dan Bawaslu  harus tegas menindak peserta pemilu yang melanggar sehingga kampanye mengenai partisipasi masyarakat harus lebih dihargai, terlebih jika ada yang melaporkan pelanggaran aturan pemilu.

“Hal ini berhubungan dengan kecakapan dan juga kapasitas dan keberanian mengambil keputusan. Jangan kalau nanti partai besar dia ragu-ragu, kalo partai kecil dia cepat. Bukan hukumnya yang tidak ada, bukan keputusannya yang tidak bisa dibuat, tapi kebranian mengambil keputusan itu yg kadang-kadang jadi masalah,” paparnya.aa

Ia juga mengatakan Bawaslu dan KPU tidak cukup hanya menghimbau masyarakat untuk berpartisipasi, tetapi mereka harus pastikan partisipasi itu berguna khususnya dalam menarik suara pemilih muda.

Menurutnya, selain partisipasi masyarakat yang harus dihargai Bawaslu, ia juga menyebut isu politik uang menjadi ‘penyakit’ yang sulit diberantas pada setiap pelaksanaan pemilu.

“Hal ini juga, harus dievaluasi oleh Bawaslu agar berani menindak pelanggar aturan kampanye dan memperjelas aturan politik uang sebagai pelanggaran kampanye,” ujarnya.

Jadi artinya mencegah politik uang itu hanya berlangsung selama kurang lebih enam sampai tujuh bulan, padahal praktiknyan pasti sudah berlangsung lama,” tukasnya.

Dalam kasus politik uang, menurutnya, Bawaslu tidak bisa menindak pelanggaran tersebut karena terjadi di luar masa kampanye, dan pelanggar tersebut belum masuk sebagai peserta pemilu. Sehingga Bawaslu tidak bisa memproses jika ada masyarakat yang mengadu.

Ia menyebut persaingan para kandidat calon presiden dan wakil presiden serta partai politik pendukung yang ketat, menjadi potensi kecurangan oleh partai politik, selain politik identitas, khususnya soal agama untuk mengambil suara pemilih.

Pada sisi lain, aliran dana untuk logistik keperluan pemilu yang belum juga ditunaikan pemerintah, menjadi tantangan lain dalam pesta demokrasi 2024 kali ini.(**)

syarif: