JAKARTA, Pewartasatu.com– Pasca disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi UU pada Rapat Paripurna DPR RI, Senin (5/10), gelombang demo terjadi di sejumlah kota di Indonesia, termasuk daerah kawasan Industri.
Di Jakarta, puluhan ribu atau mungkin ratusan ribu buruh bersama mahasiswa dan masyarakat dari berbagai kelompok berdemo di depan Istana Merdeka dan gerbang utama komplek Parlemen Senayan, Jakarta Pusat. Sedangkan di berbagai kota, massa mendatangi Gedung DPRD setempat.
Mereka meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan atau mencabut UU Ciptaker yang dinilai merugikan atau tidak memenuhi rasa keadilan kaum buruh dan masyarakat. Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Muhammad Jamiluddin Ritonga kepada Pewartasatu.com, Jumat (9/10) mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) seharusnya responsif terhadap tuntutan rakyat. Mendengarkan, bukan mendengar, seyogyanya menjadi filosofi kerjanya.
‘Kalau itu yang dilakukan Jo kowi, seharusnya tidak perlu terjadi demo yang berlarut-larut, apalagi sampai menimbulkan bentrok dengan aparat keamanan sehingga menimbulkan luka pada kedua pihak,” jelas penulis buku ‘Perang Bush Memburu Osamadan Tipologi Pesan Persuasif
.
Responsif yang ditunjukkan Gubernur Jawa Barat (Ridwan Kamil), Sutarmidji (Kalimantan Barat), Sri Sultan Hamengkubuwono X (DIY) dan Ganjar Pranowo (Jawa Tengah) kiranya patut dicontoh Jokowi. Keempat gubernur ini meminta presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) mencabut UU Ciptaker.
Permintaan keempat gubernur tersebut tentu didasari kalau Jokowi yang mengaku sebagai presiden pro rakyat memang berempati terhadap aksi penolakan berbagai elemen masyarakat terhadap UU Ciptaker. Berbekal empati akan memudahkan memahami substansi aspirasi yang disampaikan para pendemo.
Dengan sudut pandang seperti itu, kata pengajar metode penelitian komunikasi riset kehumasan. isu dan krisis manajemen dam riset kehumasan tersebut, para demonstran akan dipandang bukan sebagai musuh. Demonstran datang menemui presidennya untuk menyampaikan aspira.
Karena itu, menjadi tugas presiden untuk mendengarkan aspirasi yang disampaikan demonstran dan dijadikan dasar pengambilan kebijakan atau mempertahankan kebijakan atau menganulir kebijakan.
Kalau demo dari berbagai elemen masyarakat memang menghendaki UU Ciptaker dicabut, presiden seyogyanya dengan lapang dada mencabut UU itu. Ini sejalan dengan prinsip dari rakyat untuk rakyat.
Melihat peluang ekskalasi demo yang akan makin membesar, lanjut alumni IPB tersebut, sudah saatnya presiden memutuskan mencabut UU Ciptaker melalui Perppu. Bila Perppu segera diambil Jokowi, gelombang demo akan berakhir.
“Jadi, bangsa Indonesia dapat kembali fokus mengatasi pandemi Covid-19. Persoalan Covid-19 seharusnya dijadikan prioritas, agar bangsa Indonesia dapat menata kembali bidang lain. Lupakan UU Cipta Kerja dengan mencabutnya melalui Perppu. Itu yang harus dilakukan Jokowi,” demikian Muhammad Jamiluddin Ritonga. (fandy)