Polemik pelarangan alat tangkap cantrang yang diberlakukan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tak kunjung terselesaikanJakarta – Pengamat sektor kelautan dan perikanan Abdul Halim menyatakan permasalahan terkait polemik penggunaan alat cantrang hingga persoalan ekspor komoditas perikanan perlu disorot dalam debat calon presiden (capres) pada Minggu, 17 Februari 2019.
"Polemik pelarangan alat tangkap cantrang yang diberlakukan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tak kunjung terselesaikan," kata Abdul Halim ketika dihubungi Antaranews di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, polemik tersebut juga berdampak kepada mangkraknya ribuan kapal cantrang di Pulau Jawa, baik yang berukuran kecil di bawah 10 gross tonnage (GT) hingga yang berukuran di atasnya.
Selain itu, ujar dia, terdapat persoalan pembiayaan usaha perikanan yang disalurkan melalui Badan Layanan Umum Lembaga Pengelolaan Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU-LPMUKP).
Abdul Halim yang juga menjabat Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan itu mengemukakan bahwa BLU-LPMUKP mendapatkan porsi anggaran sebesar Rp500 miliar pada 2017 dan Rp850 miliar pada 2018.
Dengan anggaran sebesar itu, ia berpendapat bahwa seharusnya pembiayaan fokus diarahkan untuk mendukung terwujudnya praktek pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Kemudian, Abdul Halim juga menginginkan agar debat capres nanti juga membahas mengenai besarnya volume dan nilai ekspor rajungan dan kepiting yang diekspor ke sejumlah negara.
Ia mencemaskan bahwa tingkat ekspor yang ada bila didorong terus juga bisa berpotensi justru mendorong eksploitasi yang melebihi ambang batas sehingga tidak berkelanjutan pengelolaannya.
"Jika pola pembangunan kelautan dan perikanan terus-menerus diarahkan untuk mengejar target ekspor ikan secara gelondongan semata, maka niscaya stok sumber daya protein di laut yang diklaim terus meningkat bakal habis tak tersisa," paparnnya.
Abdul Halim juga ingin debat menyorot bahwa terlalu fokusnya kepada upaya penenggelaman kapal ikan juga berpotensi mengabaikan berbagai ikhtiar lainnya untuk menghadirkan praktek pengelolaan perikanan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab di dalam negeri.
Baca juga: Menteri Susi sebut ironi, konsumsi ikan masyarakat Jambi rendah
Baca juga: Pengamat ingatkan capres agar perkuat nelayan percepat poros maritim
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Risbiani Fardaniah
COPYRIGHT © ANTARA 2019