Pertamina dan Petronas Gantikan Shell di Blok Masela, Engelina: Harus Ada Industri Petrokimia di Maluku

JAKARTA, Pewartasatu.com – Menyusul diakuisisinya kepemilikan Shell Upstream Overseas Services (I) Limited (SUOS) di Blok Masela oleh PT Pertamina (Persero) melalui anak perusahaan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dan Petronas, Pemerintah diminta mempersiapkan pengembangan industri Petrokimia dan turunannya di Maluku.

“Kita sangat bersyukur dan mengapresiasi sikap pemerintah atau Pertamina yang sudah mengambil alih saham Shell di Blok Masela. Tetapi, ada pekerjaan besar di depan untuk mengembangkan industri gas di Maluku. Begitu start harus memikirkan industri di sana,” kata Direktur Archipelago Solidarity Foundation, Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina kepada wartawan di Jakarta, Rabu (26/7/2023).

Menurut Engelina, dari informasi yang ada, bahwa 65 persen saham dikuasai Inpex Jepang, sedangkan 35 persen Shell dikuasai 20 persen oleh PHE dan 15 oleh Petronas.

“Pertamina harus membuktikan bisa mengelola sumber daya alam sendiri. Pertamina ini lahir dari rongsokan puing Pangkalan Brandan dan terbukti bisa. Jadi, tidak masuk akal kalau sekarang justru Pertamina tidak mampu mengelola sumber minyak dan gas sendiri,” kata Putri Pelopor Pertamina Almarhum Brigjen TNI JM Pattiasina ini.

Selama ini, kata Engelina, sebenarnya Pertamina sudah membuktikan dan berhasil melakukan rancang bangun dan mengelola pembangunan kilang LNG darat seperti di Arun, Bontang, Tangguh dan Donggi-Senoro.

“Dan semua itu membuktikan bahwa anak bangsa pasti mampu untuk menggantikan Shell di Masela, jadi saya secara pribadi yakin Pertamina memiliki kemampuan. Justru, harus didorong agar Pertamina semakin memperluas hal-hal seperti di Blok Masela ini,” tukasnya.

Lebih jauh mantan Anggota DPR/MPR ini mengungkapkan, bahwa hampir seluruh kilang LNG darat yang sudah ada itu dilakukan dengan tenaga ahli dan pekerja Indonesia sendiri. Jadi dengan atau tanpa Shell, rancang bangun dan konstruksi kilang LNG darat sudah mendekati tingkat kematangan dengan sedikit saja perubahan teknologi.

“Dari sisi usaha mendapatkan pasar/pembeli LNG, justru peran Inpex yang akan sangat berarti dan penting. Inpex, yang mirip seperti Pertamina nya negara Jepang tentu tidak terlalu sulit untuk mendapatkan pasar Jepang,” ujarnya.

Perjuangkan Kilang Darat
Menurut Engelina, langkah pemerintah itu perlu diapresiasi. Sebab, Engelina mengatakan, dirinya dan kawan-kawan telah lama memperjuangkan agar kilang Blok Masela dipindahkan ke darat, sehingga masyarakat dapat merasakan dampak ekonomi dari keberadaan kilang darat.

Kepastian pembiayaan Blok Masela ini, lanjut Engelina, juga harus menjadi perhatian semua pihak yang berjuang dan mendorong agar kilang Blok Masela di darat, seperti beberapa akademisi dari Universitas Pattimura, Universitas Darusalam Ambon, UKI Maluku, Politeknik Negeri Ambon, LIPI Ambon, Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri (STAKPEN), HMI Maluku, tokoh-tokoh masyarakat adat dan beberapa pribadi di Jakarta disntaranya Amir Hamzah Marasabessy, dan terutama Dr. Rizal Ramli yang saat itu menjabat Menko Kemaritiman yang secara tegas mendorong dan meyakinkan pemerintah untuk memindahkan kilang Blok Masela ke darat.

Engelina mengingatkan, sejak dini perlu dipikirkan pengembangan industri, sehingga gas bisa dikelola di Maluku dan dapat memberikan multiplier secara ekonomi. Dia meminta, agat jangan lagi industri dibangun di tempat lain, karena Maluku juga membutuhkan kehadiran industri gas yang bisa menjadi penggerak ekonomi di Maluku dan kawasan timur.

“Selain itu, Pemerintah harus memastikan hak dan perlindungan masyarakat adat, masyarakat lokal. Tidak boleh terjadi, kekayaan alam diambil, tetapi masyarakat lokal tidak memperoleh manfaat. Masyarakat lokal tidak boleh menjadi korban atas kekayaan alamnya, tetapi harus ikut menikmati kesejahteraan,” tegasnya.

Engelina menuturkan, pihaknya melakukan berbagai upaya untuk meyakinkan pemerintah agar memindahkan kilang Blok Masela ke darat, agar Maluku bisa mendapat manfaat ekonomi dan bisa menjadi pusat pertumbuhan baru. Hal itu, kata Engelina, hanya bisa diperoleh kalau pemerintah segera memikirkan langkah nyata untuk mengembangkan industri turunan dari gas.

“Saya yakin pemerintah sudah memikirkan, karena selama ini pemerintah terus mendorong hilirisasi. Ya hilirisasi juga harus berlaku bagi gas di Masela. Pemerintah juga diminta adil untuk memberikan porsi terbaik bagi daerah dan masyarakat adat atau lokal. Jangan hanya PI, tetapi harus ditentukan secara detail apa yang menjadi hak daerah dan masyarakat sekitar,” tegasnya.

“Kekayaan itu ada di Maluku dan sekitar Masela, sehingga sangat wajar kalau masyarakat Maluku dan sekitar Masela menikmati kesejahteraan, justru bukan digusur atau tergusur,” lanjut dia.

Engelina juga meminta kepada semua pihak agar program Presiden untuk hilirisasi bukan hanya untuk mineral saja tetapi juga untuk produksi gas bumi. Antara lain untuk membangun kompleks petrokimia berupa pabrik petrokimia dari hulu sampai hilir atau produk akhir yang bukan menyediakan lapangan kerja tapi juga membangun sentra ekonomi di Maluku khususnya atau untuk kawasan timur.

“Beberapa produk akhir yang akan dihasilkan dapat menggantikan produk akhir petrokimia untuk kebutuhkan dalam negeri, yang selama ini diimpor dan menghabiskan devisa miliaran dollar setiap tahun,” tutur Engelina.

Seharusnya, kata Engelina, jika mengambil kewajiban domestik market obligation (DMO) di produksi minyak yang besarnya 25 persen dari hasil produksi bagian kontraktor, maka kewajiban DMO ini juga layak diterapkan untuk produksi gas lapangan Abadi Masela.

“Shell menjual sahamnya hingga $650 juta kepada Pertamina dan Petronas. Sementara Inpex dan mitra barunya akan mengeksploitasi Abadi Masela sebagai proyek gas alam cair darat berkapasarsitas 9,5 juta ton per tahun yang akan mencakup skema penangkapan dan penyimpanan karbon. Transaksi Shell berlaku 1 Januari 2023,” tutup Engelina.(**)

syarif: