Pakar & praktisi teknologi informasi dari Institut Teknologi Tangerang Selatan (ITTS), Agung Budi Prasetio,ST, M.Eng, Ph.D, membedah dan uraikan bahaya Pinjol ilegal.//foto: panitia
JAKARTA. Pewartasatu.com — Praktik pinjol ilegal (pinjaman online ilegal) disebut-sebut semakin marak. Dalam praktiknya, para pelaku sudah sampai pada tahap memaksa dan memanipulasi dengan berbagai cara.
Maraknya praktik pinjol ilegal ini, menurut pakar dan praktisi teknologi informasi dari Institut Teknologi Tangerang Selatan (ITTS), Agung Budi Prasetio,ST, M.Eng, Ph.D, di satu sisi karena kemudahan mengunggah (publish) aplikasi/webside sementara di sisi lain tingkat literasi masyarakat masih rendah.
Umumnya, lokasi server pinjol ilegal ini banyak ditempatkan di luar negeri sehingga sulit memberantasnya, sementara dari sisi masyarakat banyak warga yang karena kebutuhan mendesak/ kesulitan keuangan, tidak melakukan pengecekan legalitas serta terbatasnya pemahaman terhadap pinjol itu sendiri.
Menurut Agung dalam acara Sosialisasi Otorita Jasa Keuangan & Komisi XI DPR RI di Jakarta bertema “Bahaya Penyalahgunaan Data Pribadi Dalam Pinjaman Online Ilegal” di Jakarta, Senin (22/7), praktik Pinjol ilegal ini akhir-akhir ini semakin mengerikan dengan ulah mereka menjebol data warga untuk memaksa memberikan pinjaman.
Sayangnya, acara sosialisasi ini tidak menghadirkan sumber yang kompeten dari OJK sendiri, sehingga pertanyaan kenapa pemerintah memberikan keleluasaan terhadap hadirnya Pinjol ilegal dan kenapa tidak diberantas saja karena terbukti lebih memberi mudharat ketimbang manfaatnya, tidak terjawab.
Juga pertanyaan seputar banyak negara ASEAN yang menolak kehadiran Pinjol ini tetapi kenapa Indonesia malah memberi keleluasaan, tidak mendapatkan jawaban.
Pertanyaan lain adalah, apakah maraknya Pinjol legal maupun ilegal tak lepas dari dunia perbankan di dalam negeri yang hanya berorientasi kepada pengusaha kakap, sementara pengusaha kecil terabaikan sehingga menjadi makanan empuk pengelola Pinjol? Juga tak terjawab.
Agung juga tidak menunjukkan data jumlah pinjol ilegal yang pernah atau telah ditindak aparat keamanan.
Praktik yang paling sering dilakukan para pelaku Pinjol ilegal menurut Agung adalah melalui apa yang disebutnya social engineering, yaiu praktik manipulasi psikologis untuk memproleh informasi sensitif, atau mendapatan akses ke sistem atau sumber daya yang seharusny terbatas.
“Serangan ini seringkali menggunakan sosial dan psikologi manusia untuk mencapai tujuan,” terangnya.
Agung merinci, yang termasuk data personal yang harus dilindungi secara ketat adalah data identitas diri, riwayat pendidikan, data keuangan pribadi, riwayat kesehatan, data pada platform digital ( seperti sosmed, email dll ), data pada komputer priadi, dan data kepegawaian.
Agung menunjuk beberapa contoh berdasarkan sejumlah pemberitaan media terkait praktik Pinjol ilegal yang sangat merugikan masyarakat. Ada misalnya, HRD sebuah perusahaan pakai data pelamar kerja untuk Pinjol, ada juga seseorang yang gagal mendapatkan pekerjaan karena pinjol, dan yang cukup menarik adalah sebuah anak usaha BUMN yang menggunakan data karyawan untuk mendapatkan Pinjol.
Menurut data yang dihimpun Agung, guru menjadi profesi yang paling banyak terjerat Pinjol ilegal. Lalu berturut-turut adalah korban PHK, ibu rumah tangga, karyawan, pedagang, pelajar, tukang pangkas rambut dan pengemudi ojek online.
Agung merinci beberapa praktik Pinjol ilegal yang sering menyerang masyarakat, misalnya ada kasus, seseorang mendapatkan uang tiba-tiba saja masuk rekeningnya. Jika uang tersebut terpakai, maka orang tersebut dianggap sudah meminjam secara online.
Selain itu, banyak muncul SMS yang menginformasikan uang masuk ke rekening. Jika SMS dibuka orang tersebut juga sudah dianggap setuju meminjam ke pinjol.
Misalnya, seseorang tiba-tiba kaget mendapatkan WA berbunyi; Pengajuan pinjaman Rp20.000.000,- Anda telah disetujui, silakan buka tautan untuk menarik (disertai alamat linknya). “Kalau orang ini membuka link tersebut, dianggap menyetujui penawaran itu,” tutur Agung.
Agung juga mengungkapkan kejadian di Situbondo Jawa Timur, di mana ratusan ibu-ibu diiming-imingi minyak goreng dengan harga murah, yang syaratnya hanya KTP dan foto selfie diri.
Bagaimana agar diri kita aman dari praktik Pinjol ilegal?
Agung menyampaikan sejumlah tip, antara lain: 1.Jangan buka informasi dari sumber yang tidak jelas yang masuk ke inbox email, WA dan SMS karena diboncengi pencuri data.
2. Segera hubungi bank jika ada uang yang tidak jelas asal-usulnya.
3. Jangan sembarangan memberikan data terutama foto setengah badan sambil memegang KTP. Juga jangan sembarangan berikan nomor NPWP, nomor KK dan nomor rekening.
4. Jangan mengunggah data-data pribadi dan foto ke medsos. Data-data itu, apalagi dengan perkembangan teknologi AI (Artificial Intelligence) seperti sekarang ini, bisa diolah dengan tujuan penipuan.
5. Jangan membuka m-banking menggunakan Wifi atau hotspot di tempat umum. Nomor PIN dan Password bisa dicuri.
6. Bikin password yang unik (hindari menggunakan tanggal lahir diri atau keluarga/anak) sehingga tak mudah diutak-atik pencuri data.
7. Jika aktif bersosialisasi, gunakan 2 telepon pintar. Satu telepon untuk umum yang berisi informasi umum, satu lagi digunakan secara terbatas untuk keluarga dan data pribadi.
8. Segera laporkan ke kepolisian dan OJK jika yang ganjil terkait pencurian dan Pinjol.
Lalu, apa sebaiknya langkah kita jika terlanjur meminjam melalui Pinjol ilegal?
Agung menyarankan kita melakukan lima hal sebagai berikut: 1.Segera lunasi; 2.Laporkan ke Satgas Waspada Investasi dan Kepolisian; 3.Jika tak sanggup membayar ajukan keringanan, seperti pengurangan bunga, perpanjangan waktu dlsb;
4.Jangan mencari pinjaman baru untuk membayar utang lama;
5.Jika dapat penagihan tidak beretika (teror, intimidasi, pelecehan)blokir semua nomor kontak yang mengirim teror;beritahu seluruh nomor kontak di ponsel jika mendapat pesan dari Pinjolilegal agar diabaikan saja; lapor ke polisi, lalu lampirkan surat laporan polisi itu ke kontak penagih yang masih muncul. (**)