Polemik Kasus Basarnas Kian Runyam, Firli: KPK Kerja Profesional, Ikuti Aturan Hukum

Illustrasi: 57 Pegawai KPK diberhentikan usai dinyatakan tak lulus tes wawasan kebangsaan /Foto:dok. Kompas

JAKARTA. Pewartasatu.com — Polemik kasus suap di Basarnas yang melibatkan dua perwira TNI yang sempat disebut-sebut sebagai tersangka usai OTT (Operasi Tangkap Tangan) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Koupsi (KPK) semakin runyam.

Usai beda pendapat – bahkan pertentangan pendapat — antara dua pimpinan KPK yang diperlihatkan secara telanjang di depan umum, kini Ketua KPK Firli Bahuri  menyatakan, ia meyakini bahwa KPK sudah bekerja secara profesional dan mengikuti aturan dan ketentuan hukum.

Pernyataan ini diungkapkan Firli melalui surat elektroniknya yang dikirimkan ke seluruh pegawai KPK melalui milis, sebagaimana dibagikan sebuah sumber internal KPK kepada CNN Indonia, Sabtu (29/7).

Pernyataan Firli ini  membuat  situasi semakin runyam. Pasalnya Firli mengeluarkan pernyataannya setelah  salah satu pimpinan KPK secara resmi meminta maaf kepada Panglima TNI dan mengakui anak buahnya salah dan khilaf.

Sebelumnya, usai menggelar audiensi dengan sejumlah petinggi militer, termasuk Komandan Puspom (Danpuspom) TNI, Marsekal Muda R Agung Handoko yang menyambangi KPK, Wakil Ketua KPK Johannis Tanak mengakui, anak buahnya melakukan kesalahan dan kekhilafan dalam penetapan tersangka terhadap anggota TNI.

Karenanya, dia menyampaikan permohonan maaf KPK ke Panglima TNI.

Sebelum permohonan Tanak ini, Rabu baru lalu ,  Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan penetapan Henri dijadikan tersangka setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup.

Menurut Alex, penetapan tersangka itu didasari adanya bukti permulaan yang cukup. KPK juga menetapkan empat orang lain sebagai tersangka yakni Komisaris Utama PT MGCS MG, Dirut PT IGK MR, Dirut PT KAU RA, dan Korsim Kabasarnas ABC.

Mereka terlibat dalam dugaan suap pengadaan barang dan jasa terkait pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan di Basarnas. Penetapan tersangka itu dipastikan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Untuk diketahui, KPK sebelumnya menetapkan Kepala Basarnas, Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi sebagai tersangka setelah menangkap tangan bawahannya, Letkol (Adm) TNI Afri Budi Cahyanto.

Permohonan maaf yang disampaikan Johannis Tanak kepada TNI itu sendiri membuahkan banyak kritik, baik dari para dan pengamat, juga mereka yang pernah terlibat di KPK, seperti Abraham Samad (mantan pimpinan KPK) maupun Novel Baswedan (mantan penyidik).

Sementara mantan juru bicara KPK, Febri Diansyah SH mengungkapkan 7 tahapan-tahapan penetapan tersangka dalam OTT KPK. Intinya Febri Diansyah menunjukkan, tidak ada proses OTT sampai kepada penetapan tersangka tanpa diketahui pimpinan KPK.

Firli Bahuri yang sempat menjadi sasaran kritikan karena ketidak hadirannya di Jakarta saat polemik kasus Basarnas ini muncul, meyakini bahwa kegiatan OTT sudah benar dilakukan melalui beberapa tahapan sampai dengan penetapan tersangka yang diketahui oleh pimpinan.

“Tidak ada yang keliru apalagi salah,” imbuh Firli.

Firli mengatakan, polemik kasus Basarnas menjadi tanggung jawabnya sebagai pimpinan KPK.

Sementara itu, sebagaimana dikutip CNN Indonesia, beredar surat protes dari pegawai ke pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai Direktur Penyidikan sekaligus Plt Deputi Penindakan Brigadir Jenderal Asep Guntur Rahayu mundur. Asep mundur karena polemik kasus suap Basarnas.

Surat dari pegawai itu juga meminta audiensi dengan para pimpinan lembaga antirasuah itu.

Sumber di internal KPK membagikan surat elektronik yang dikirim salah seorang pegawai KPK itu. Surat dikirim melalui milist KPK yang bisa dilihat oleh seluruh pegawai.

Surat itu disebut kemudian mendapat respons positif dari pegawai KPK yang lain yang mendukung isi surat tersebut.

Selain ditujukan ke pimpinan KPK, surat juga ditujukan (c.q) ke Dewan Pengawas KPK.

“Bersama surat ini kami atas nama pegawai KPK khususnya yang berada di bawah naungan Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK menyikapi merebaknya isu pengunduran diri Brigadir Jenderal Asep Guntur Rahayu selaku Plt Deputi Penindakan KPK dan Direktur Penyidikan KPK sebagaimana pemberitaan dalam tautan media…” demikian tertulis dalam surat tersebut.

Dalam surat tersebut juga disebutkan para pegawai ingin agar Asep Guntur tetap bertahan. Perwira tinggi Polri itu dinilai punya kinerja baik di KPK.

Dalam surat juga tertulis sejumlah hal yang dipertanyakan penyidik soal kasus Basarnas. Misalnya soal penetapan tersangka yang melalui proses panjang dan mekanisme ekspos perkara yang dihadiri pimpinan KPK yang menganut asas collective colegial.

KPK Bantah Salahkan Penyidik Terkait Basarnas: Itu Kekhilafan Pimpinan

Namun saat kasus itu dipermasalahkan TNI, pimpinan KPK Johanis Tanak justru menyalahkan penyelidik.

“Mengapa kami yang bekerja dengan segala daya upaya dan keselamatan kami jadi taruhan namun kami juga yang menjadi pihak yang disalahkan?” demikian tertulis dalam surat tersebut, mempersoalkan sikap Johannis Tanak saat penetapan tersangka dari TNI dipermasalahkan TNI.

“Atas dasar hal tersebut, kami memohon dan meminta dengan hormat kepada Pimpinan KPK selaku pengayom, pembina dan atasan kami untuk dilakukan audiensi dengan pimpinan KPK pada hari Senin tanggal 31 Juli 2023 pada tempat yang kondusif dan waktu yang menyesuaikan kesediaan pimpinan,” demikian tuntutan karyawan KPK dikutip CNN.**

 

Brilliansyah: