Featured Politik

Prihatinkan Pragmatisme Politik, Muhammadiyah Kumpulkan Media Massa

Ketua Umum PP Muhammadiyah  Haedar Nashir dan Sekretaris Umum Abdul Mu’ti  saat berbincang dengan wartawan.//foto:muhammadiyah.or.id

JAKARTA. Pewartasatu.com – Jelang tahun politik 2024, geliat kontestasi mulai menguat. Persaingan tajam di antara politisi dan pendukungnya untuk saling menjegal, menunjukkan suasana kebatinan bangsa yang rentan.

Menyadari pentingnya menjaga persatuan sekaligus menyatukan pandangan kebangsaan, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menggelar media gathering dengan pimpinan media cetak dan elektronik, Kamis (22/6).

Bertempat di Aula lantai 6 Masjid At Tanwir Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta, ada 36 perwakilan pimpinan media nasional yang diundang.

Muhammadiyah diwakili oleh Ketua Umum Haedar Nashir, Sekretaris Umum Abdul Mu’ti, Sekretaris M. Izzul Muslimin, dan Ketua Biro Komunikasi dan Pelayanan Umum PP Muhammadiyah, Edy Kuscahyanto.

Dalam sambutannya, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyebut forum ini lahir atas keprihatinan terhadap kesehatan demokrasi yang semakin serba pragmatis dan menjauh dari fondasi ketatanegaraan yang sehat sesuai UUD 1945, Pancasila dan cita-cita nasional para pendiri bangsa.

Bertemunya Muhammadiyah dengan insan media, diharapkan memantik proyeksi kebangsaan ke depan yang lebih visioner dan bebas dari agenda politik praktis jangka pendek. Forum seperti ini, kata dia adalah bagian dari tradisi kultural Muhammadiyah.

“Agar dari berbagai kepentingan relasi praktis itu, politik tetap berpijak di atas fondasi bangsa yang fundamental; Pancasila, Agama, dan Kebudayaan luhur bangsa, agar politik tidak bersifat sekadar nilai guna,” kata Haedar.

“Intinya kami ingin memperoleh masukan, pandangan dari rekan-rekan seluruh media karena kita tidak cukup Muhammadiyah ini memandang persoalan-persoalan bangsa dan tawaran-tawaran solusi sendirian,” imbuhnya.

Pada forum ini, Haedar menyebut ada kesamaan keprihatinan, komitmen, dan pandangan mengenai persoalan-persoalan bangsa yang memang harus dihadapi bersama oleh kekuatan masyarakat sipil seperti Muhammadiyah dan media massa.

“Pertama menghadapi pemilu 2024, kita berpandangan sama. Bahwa tidak cukup hanya membiarkan proses politik itu terjadi secara pragmatis, siapa nyalon dan menang, berkoalisi, dan berstrategi. Tapi bagaimana pemilu itu juga membawa politik nilai, politik demokrasi yang substantif sekaligus juga mengutamakan kepentingan bangsa dan negara yang itu semua memerlukan pengawalan, panduan, dan kritik dari kekuatan masyarakat, Muhammadiyah, ormas-ormas bangsa dan bahkan media,” urainya.

“Kedua, ada kesamaan pandangan bahwa kita perlu menawarkan langkah-langkah strategis dan praktis, bagaimana misalnya persoalan keadilan, penegakan hukum yang adil, penegakan HAM, bagaimana mewujudkan kesejahteraan yang lebih progresif, menyelesaikan perbedaan pandangan politik yang membelah masyarakat. Itu harus jadi perhatian semua pihak,” tambah Haedar.

Secara khusus, Haedar Nashir menyinggung minimnya gagasan dan moralitas dari para elit jelang pemilu 2024. Dibanding membawa gagasan bagaimana cara mewujudkan cita-cita bangsa sesuai pembukaan UUD 1945, para elit menurutnya malah terpaku pada visi-visi individu/kelompok yang tidak berkolerasi dengan kepentingan rakyat banyak.**

“Bahwa mereka punya kewajiban konstitusional penting bagaimana agar tetap melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia dan seterusnya. Ini yang mestinya dijabarkan jadi visi misi mereka. Bukan hanya visi misi perorangan ataukontestan itu,” kritiknya.

Sebagai kesinambungan narasi, Muhammadiyah kata Haedar juga akan menggelar forum susulan pada kisaran bulan Agustus mendatang. Diagendakan sebagai “Konvensi Nasional”, Muhammadiyah akan mengundang para pakar dari berbagai universitas di Indonesia untuk mendialogkan masalah-masalah strategis sekaligus merumuskan solusi yang bisa diambil menghadapi tahun politik 2024.

Leave a Comment