Oleh: Ahmad Daryoko, Koordinator INVEST, mantan Ketua Umum SP PLN
PANCASILA dan UUD 1945, banyak meng “adopt” beberapa misi ekonomi Ideologi Islam. Contoh pasal 33 UUD 1945 banyak diambil dari doktrin Islam.
Hiruk pikuk minyak goreng saat inipun tidak lepas dari tidak dijalankannya azas konstitusi dari doktrin Islam ini.
Yaitu pengabaian bahwa ladang sawit yang aslinya adalah hutan yang sesuai pasal 33 ayat (2) UUD 1945 harus dikuasai Negara, tetapi disewakan ke swasta dalam bentuk HPH/HGU (Hak Pengelolaan Hutan/Hak Guna Usaha).
Dan akhirnya ratusan hektar ladang sawit (bekas hutan lindung) ini dikuasai pengusaha minyak kelapa sawit. Artinya unsur strategis bisnis migor telah diserahkan ke mekanisme pasar bebas !
Dengan demikian Pemerintah telah abai di sisi hulu bisnis minyak kelapa sawit ini ! Dan wajar pula pengusaha minyak goreng ini kemudian memonopoli bisnis dimaksud.
Bila sebuah komoditas meskipun awalnya bersifat kepemilikan publik ( “Public good”), tetapi karena pejabatnya juga pengusaha (Peng Peng) maka dia akan berkonspirasi dengan Taipan 9 Naga merubah “Public good” menjadi “Commercial good” ( komoditas komersial ).
Kalau sebuah komoditas sudah berubah menjadi komersial maka mekanismenya akan mengikuti pasar bebas, dan selanjutnya secara alami tidak bisa dikomando oleh Negara ! Dan justru aneh kalau “Commercial good” diatur secara politik oleh Presiden ! Baik satuan harga maupun terkait expornya !
Makanya jangan heran kalau kebijakan Pemerintah akhirnya seperti “Srimulat” ! Malam hari Presiden berpidato melarang expor komoditas tersebut, paginya para pembantunya malah merevisi aturan sang “boss”. (**)
Isi tulisan diluar tanggung jawab redaksi pewartasatu.com