Presiden Partai Buruh, Said Ikbal (Foto : Ist)
JAkARTA, Pewartasatu.com – Presiden Partai Buruh yang juga Ketua Majelis Nasional Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Said Iqbal menyampaikan, ribuan buruh dari Jabodetabek menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI, Senin (7/2).
Selain di depan gedung DPR RI, aksi massa juga akan dilakukan secara serentak di berbagai kota Industri, seperti Bandung, Semarang, Jepara, Surabaya, Makassar, Aceh, Medan, Banjarmasin, dan beberapa kota lainnya.
“Aksi ini dilakukan bertepatan dengan hari ulang tahun FSPMI yang ke 23,” kata Said Iqbal, Senin (7/2).
Menurut Iqbal, aksi ini mengusung beberapa tuntutan.
Pertama dan yang utama adalah menolak omnibus law UU Cipta Kerja. “Aksi ini dalam rangka terus mengawal dan memastikan bahwa Omnibus Law, RUU Cipta Kerja yang sudah masuk Prolegnas di DPR tidak dibahas oleh DPR, yaitu dengan kata lain dikeluarkan oleh Prolegnas pembahasan oleh DPR dan pemerintah terkait RUU tersebut,” sebut Iqbal.
Partai Buruh mendesak supaya UU itu dicabut untuk dibahas. Mengingat Mahkamah Konstitusi atau MK telah menyatakan bahwa proses pembentukan RUU Cipta Kerja itu inkonstitusional bersyarat dan cacat formil. “Oleh karenanya tidak layak untuk dibahas kembali oleh DPR RI bersama pemerintah,” tegas Said Iqbal.
Partai Buruh akan bersama-sama dengan gerakan buruh dan elemen masyarakat yang lain akan menjegal pembahasan kembali UU Cipta Kerja hingga gagal. “Jika terus dipaksakan, pihaknya akan mengkampanyekan agar di dalam pemilu mendatang rakyat tidak memilih partai politik yang mendukung pembahasan UU Cipta Kerja,” ucap Iqbal.
Tuntutan kedua adalah, revisi Surat Keputusan Gubernur terkait dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Tahun 2022 dengan tidak lagi mengacu pada UU Cipta Kerja dan aturan turunanya yaitu PP 36. “Dalam hal ini, peserta aksi meminta meminta Pengadilan Tata Usaha Negara membatalkan SK Gubernur di seluruh Indonesia tentang upah minimum kabupaten/kota yang dinilai terlalu kecil,” tutur Iqbal.
Ketiga, sahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
“Seperti diketahui, PRT sebagai pekerja hingga saat ini belum memiliki perlindungan hukum. Sudah 18 tahun perjuangan untuk mengesahkan RUU PPR, tetapi tak kunjung dikabulkan imbuh Presiden Partai Buruh tersebut,” tegasnya.
Tuntutan keempat adalah meminta agar UU KPK direvisi. Buruh menilai, UU KPK saat ini terlalu lemah dan sarat penguasaan oleh oligarki, sehingga harus segera direvisi. Terakhir, Partai Buruh meminta presidential 0 Persen.
Said Iqbal, menilai besaran presidential threshold 20 persen berbahaya buat negara. Menurutnya, keberadaan presidential threshold 20 persen membuat polarisasi mengeras, berbahaya buat bangsa dan negara.
“Demi sebuah jabatan, banyak pihak yang maju terkadang menghalalkan isu-isu SARA, isu perpecahan diangkat, isu-isu kerakusan untuk menduduki jabatan sehingga terpolarisasi bahkan sampai selesainya pilpres dan pileg,” katanya.
Selain itu, presidential threshold 20 persen dinilai akan mengakibatkan politik uang semakin merajalela. Sebab akan memunculkan transaksional antar partai politik dan capres dengan para bohir.
“Ini harus kita cegah bersama. Partai Buruh meminta harus menuju presidential threshold 0 persen,” pungkas Said Iqbal.(Maulina)