Saiful Huda Ems (Foto: Ist)
Oleh: Saiful Huda Ems (SHE).
Memang pada mulanya kesannya luar biasa mencengangkan banyak orang, AHY akan disandingkan dengan Capres Ganjar Pranowo di perhelatan kontestasi PILPRES 2024. Sangat mungkin pula para loyalis Trio Cikeas sudah siap-siap berkurban menyembelih sapi, sebagai wujud rasa syukur tidak terhingga karena Pangeran Cikeas yang sudah ditawarkan kemana-mana dan tidak laku “dijual”, kali ini hendak “dipinang” oleh PDIP sebagai Bacapresnya Mas Ganjar.
Sebagian besar teman-teman di Partai Demokrat KLB pun terlihat mulai nampak lesu, sebab mereka mengira itu menjadi pertanda awal Peninjauan Kembali (PK) Partai Demokrat KLB akan ditolak oleh Mahkamah Agung. “Oey, nyantai saja, jangan patah semangat, justru ini bagi saya merupakan tanda gerombolan Cikeas akan dibanting lebih dahsyat lagi oleh Pasukan Merah PDIP”. Kata saya pada mereka. Penghianatan politik yang pernah dilakukan oleh SBY pada Ibu Megawati Soekarno Putri itu terlalu dalam sekali. Dan percayalah, sampai tujuh turunan, dosa politik SBY ini tak akan pernah terampuni.
Jarum jam berjalan nampak sangat cepat, tiba-tiba terdengar kabar Andi Arief politisi dan loyalis terdepan SBY dipanggil kembali oleh KPK, dalam keterkaitan kasus korupsi mantan Bupati Penajam Paser Utara. Celakanya, seperti tak sabar menahan kegalauannya, SBY tak seberapa lama kemudian bereaksi dengan menerbitkan buku 27 halaman. Sebuah buku yang nampak ditulis asal-asalan, tidak berbobot dan mencerminkan seorang penulis pemula yang malas dan mungkin tak bisa dan tak terbiasa mencari dan mencantumkan literasinya. Terlihat lebih lihai para Mahasiswa yang bisa menulis skripsi dengan jumlah halaman yang jauh lebih banyak dan tercantum catatan kaki dan literasinya.
Buku dengan judul: The President Can Do No Wrong: Pilpres 2024 & Cawe-Cawe Presiden Jokowi itu ditulis SBY dengan semangat penuh tuduhan dan fitnah keji yang diarahkan pada Presiden Jokowi. SBY selain terlihat ngawur, serampangan menyerang Presiden Jokowi, juga terlihat terlalu pendek nalarnya untuk dapat mencerna apa yang pernah dikatakan oleh Presiden Jokowi. Presiden Jokowi memang pernah berterus terang untuk turut cawe-cawe mengarahkan pendukungnya untuk memilih Capres yang dapat diyakini dapat meneruskan estafet kepemimpinannya beserta visi dan misinya, namun bukan berarti Presiden Jokowi akan seenaknya turut campur dalam menentukan siapa Capres yang boleh dan tidak boleh diikut sertakan dalam Pilpres 2024. Itu ranah KPU dan kesepakatan Ketua-Ketua Umum Parpol !.
Tuduhan SBY dan para loyalis telernya, bahwa Presiden Jokowi akan berusaha keras menggagalkan Pencapresan Anies Baswedan itu sangat mengada-ada, dan bahkan telah berbalik menjadi “Maling Teriak Maling”, ketika AHY diiming-imingi oleh Puan Maharani untuk dinominasikan sebagai salah satu Bacapresnya Ganjar. Saat itu AHY langsung kabur menuju PDIP, walaupun kemudian kembali merana, setelah ternyata salah satu gerombolannya dipanggil oleh KPK.
Pun demikian dengan adanya kejutan kabar baru, Ridwan Kamil melakukan pertemuan dengan PDIP, dan ada sinyalemen RK akan dijadikan Bacapresnya Ganjar untuk mendongkrak perolehan suara Capres Ganjar di Jabar, bisa dipastikan AHY bersama SBY akan segera menyusul kembali rencana serangan demi serangan yang akan ditujukannya pada Istana dan PDIP. Dan berani taruhan, SBY akan semakin gencar mengerahkan para profesor provokatornya untuk terus menggempur pertahanan politik Istana, dengan iming-iming jadi Caleg Partai Demokrat seperti Denny Indrayana..
Kerjasama PDIP dan Partai Demokrat pimpinan AHY itu telah hancur lebur sebelum waktunya tiba, mirip seperti bayi yang terlahir secara prematur. Ini semua terjadi bukan hanya semata karena faktor sejarah Trauma Hitam Bu Megawati pada SBY, melainkan pula karena SBY yang terlalu bernafsu memaksakan putra sulungnya, yang masih sangat pemula dalam dunia politik itu untuk menjadi Cawapres. Kalau sudah demikian, langkah politik apa lagi yang akan dilakukan oleh AHY dan SBY? Mau menjilat ludahnya sendiri dengan cara merapat kembali ke Nasdem, untuk memasangkan AHY dengan Capres Anies Baswedan?.
Ataukah SBY dan loyalis-loyalis telernya akan kembali “mengintimidasi” Pemerintah dan Mahkamah Agung, agar PK Partai Demokrat pimpinan Pak Moeldoko ditolak? SBY haruslah tau dan mengerti, bahwa Presiden Jokowi tidaklah memiliki karakter kepemimpinan yang sama dengannya. Jika SBY saat menjadi Presiden R.I ke 6 gemar merekayasa, ikut campur dalam berbagai kemelut politik yang ditangani oleh Lembaga Judikatif, maka Presiden Jokowi tidaklah demikian.
Mahkamah Agung merupakan Lembaga Judikatif yang merdeka, terbebas dari intervensi Lembaga Eksekutif maupun Legislatif. Apapun yang akan diputuskannya tidak akan bisa dipengaruhi oleh tekanan-tekanan politik SBY dan gerombolannya. Aksi Cap Jempol Darah gerombolan SBY sudah tak lagi terdengar, ini semua terjadi mungkin karena para kader Partai Demokrat sudah mulai pintar-pintar, hingga dapat menyaring dan menyeleksi persoalan, siapa yang sesungguhnya benar dan siapa yang hanya pandai berkoar-koar. Atau juga mungkin karena mereka kalah pamor dengan aksi Donor Darah Partai Demokrat KLB Pimpinan Pak Moeldoko? Entahlah.
Gerombolan SBY satu persatu terus menerus berurusan dengan hukum. Jika sebelumnya Andi Arief dipanggil kembali oleh KPK, kini Denny Indrayana dinaikkan proses hukumnya ke tingkat Penyidikan oleh Bareskrim Polri, setelah sebelumnya Denny terus menerus menebar hoax dari Australia. Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum juga sudah keluar dari jeratan politik dan hukum Mafioso Cikeas. Saya pikir Mas Anas tidak akan menunggu lama lagi untuk membuka halaman demi halaman bukunya, yang akan membuat Mafioso Cikeas tersingkap selimut-selimut kemunafikannya. Tunggu saja tanggal mainnya…(**)
29 Juni 2023.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat Pimpinan Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko.