Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan saat meninjau harga-harga di pasar di Jakarta. //Kemendag.go.id
JAKARTA. Pewartasatu.com – Saat berkunjung ke Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, beberapa hari lalu menyaksikan kenaikan harga-harga kebutuhan rakyat, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan bicara tentang besarnya subsidi pangan yang mencapai Rp500 Triliun.
“Sekarang 500 triliun lebih untuk subsidi. Nanti kalo subsidi dinaikkan lagi, nggak bisa bikin jalan, nggak bisa apa-apa lagi,” ujar Zulkifli.
Selain mendapat kritik dari pengamat karena menyampaikan besaran angka yang tidak benar, pernyataan Zulhas – panggilan Mendag yang baru – dinilai sebagai bukti pemerintah telah disorientasi.
Pengamat politik Rocky Gerung mengakui , bahwa pemerintah memang telah disorientasi, alias tidak bisa membedakan mana yang prioritas mana yang bukan, sebaimana dipertanyakan wartawan senior, Hersubeno Arief.
Selaku host dari Forum News Network (FNN) pada tayangan youtube Rocky Gerung Official yang dikutip Pewartasatu.com Senin (27/6), Hersubeno meyebutkan, kenaikan harga cabe ternyata menurut BI bisa berdampak pada angka inflasi sebesar 0,5 persen. Namun bagaimana respon pemerintah?
Rocky Gerung berpendapat, sebenarnya diam-diam public berharap kepada Zulhas: “Kasih kami harapan dong Pak, bahwa ketersediaan pangan akan terjamin.”
Tapi menurut Rocky, harapan itu tidak terpenuhi. “Kalau harapan Anda kami penuhi, kami gak bisa bangun infrastruktur, kan begitu kira-kira jawaban Zulhas, “ kata Rocky coba menerjemahkan jalan pikiran Menteri Perdagangan.
Rocky kemudian menyindir tentang pembangunan ibu kota baru yang lebih diperhatikan , sementara kebutuhan ibu-ibudi pasar seperti diterlantarkan.
Menurut Rocky, kekosongan idelah yang menyebabkan pemerintah disorientasi. Bahwa naiknya harga-harga secara terus menerus bisa membahayakan, bahkan bisa menjadi trigger apa yang disebut social unrest sebagaimana disodorkan Hersubeno, Rocky malah yakin pemerintah percaya diri.
“Pastilah pemerintah sudah punya big data tentang itu,” katanya, seperti menyindir. “Bahwa naiknya harga-harga tidak akan membuat rakyat memberontak. Jadi gak ada soal dengan itu.”
Yang menjadi soal, kata Rocky, dengan disorientasi kebijakan, berarti pemerintah juga disorientasi etika-moral.
“Etika moralnya tidak utuh. Dia tidak merasa bersalah karena tidak melakukan pembelaan kepada hak kebutuhan rakyat,” ujar Rocky.
Sebelumnya, Rocky menyinggung logika Zulhas tentang subsidi. Terlalu besar untuk pangan akan mengorbankan yang lain.
Tapi kalau yang dikorbankan pangan, menurut Rocky, jelas itu juga bertentangan dengan perintah konstitusi, untuk memakmurkan rakyat dan menjamin ketersediaan kebutuhan dasar penduduk.
Rocky kemudian bicara tentang pembangunan Ibu Kota Negara baru. Ibu Kota baru bukan kebutuhan dasar penduduk, tapi kebutuhan presiden.
“Jadi ngapain APBN harus dikorbankan separuh, untuk ditabung buat 500 triliun biaya ibu kota, yang juga kita belum tahu bentuknya kayak apa.”
Jadi sekali lagi, lanjut Rocky, kalau Zulhas berpikir bahwa bila kebutuhan pangan disubsidi, Negara akan bangkrut, konsekuensinya panjang.
Dari segi ekonomi gak usah ada Negara. Biarkan saja kekuatan pasar bekerja. Padahal, “ Justru fungsi Negara untuk mengatur antara akumulasi dengan distribusi.”
“Kalau Negara tidak mau mengatur, berarti kita masuk saja ke dalam system pasar yang sempurna. Padahal konstitusi kita tidak menghendaki itu,” Rocky mengingatkan.
Faktanya ditunjukkan Rocky, pemerintah tinggal memilih. Subsidi perut rakyat atau subsidi ambisi ibu kota baru.
Jadi kita akan dibangkrutkan oleh ambisi, pada saat yang sama kehidupan begitu banyak rakyat kita yang pergi tidur dalam keadaan perut kosong.
“Gak adilnya di situ, yang menikmati ibu kota baru sejumlah kecil orang, “demikian Rocky Gerung. ***