Fatia Maulidiyanti Koordinator KontraS 2020-2023 /Dok. Kontras.org/
JAKARTA. Pewartasatu.com — Pengamat politik vocal, Rocky Gerung, menyatakan suara Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, dua aktivis masyarakat sipil, adalah suara yang justru mewakili reformasi yang anti KKN.
Direktur Lokataru, Haris Azhar dan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti yang dijadikan tersangka itu, lanjut Rokcy lagi, sebagai wakil dari suara emak-emak, mahasiswa, LSM yang menyuarakan anti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
“Dan ini sebetulnya yang ingin kita nilai, kenapa hukum begitu ada soal menyangkut kekuasaan, …langsung bereaksi cepat, seolah-olah equality before the law,” ujarnya dikutip dari saluran Rocky Gerung Official yang dipandu Hersubeno Arif, Minggu 20 Maret 2022.
Direktur Lokataru, Haris Azhar dan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, dikutip portal berita Polda Metro Jaya, PMJNews (20/3) resmi menjadi tersangka.
Menjadi tersangka dalam kasus pencemaran nama baik dan fitnah terhadap Menko Marves Luhut B.Panjaitan.
-Baca juga: Haris Azhar Siap Hadiri Pemeriksaan…
Sebelumnya, Luhu B.Panjaitan sendiri yang bersama kuasa hukumnya Juniver Girsang yang membuat pengaduan ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan telah melakukan fitnah dan pencemaran nama baik.
Rocky Gerung menilai, laporan Menko Marves ke Polda dan ditetapkannya dua aktivis masyarakat sipil itu sebagai tersangka, sebetulnya dapat disamakan dengan pengendalian politik,
“Bukan hanya sekedar pengendalian harga, yang disponsori oleh oligarki,” sindir Rocky Gerung.
Rocky juga menyebut, Luhut Binsar Pandjaitan telah melakukan pencemaran nama baik (terhadap) 110 juta rakyat Indonesia terkait dukungan pemilu ditunda. Seolah-olah orang yang tak bisa disentuh, the untouchable, kata Rocky menyebut judul sebuah film.
Menko Marves sebelumnya disebut-sebut menggunakan data (Big data) yang memuat ada 110 juta warga yang menginginkan pemilu ditunda.
Rocky menyimpulkan, upaya Haris dan Fahtia adalah untuk menghasilkan kembali Indonesia yang bersih melalui riset, tentang bisnis tambang dan operasi militer di Intan Jaya Papua. Dan karena itu mereka dilaporkan ke Polda.
“Sementara pak Luhut bebas-bebas saja, berbohong tentang big data itu, dan nggak mau buka datanya,” ucap Rocky.
“Ini sebetulnya yang ingin kita nilai, kenapa hukum begitu ada soal menyangkut kekuasaan, itu langsung bereaksi cepat, seolah-olah equality before the law,”ujarnya. (bri)