Jakarta, Pewartaswtu.com
Indonesia dan Singapura pada akhirnya menyepakati soal perjanjian ekstradisi dua negara. Sebenarnya kedua negara telah ada pembicaraan soal perjanjian ekstradisi sejak tahun 1998 silam, namun pembicaraan mengalami ‘kemacetan’. Hingga akhirnya, per 25 Januari 2022 ini Indonesia dan Singapura secara resmi menyepakati soal perjanjian ekstradisi tersebut.
Penandatanganan perjanjian yang juga disaksikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri (PM) Singapura, Lee Hsien Loong itu dilakukan Menkumham Yasonna Laoly dan Menteri Dalam Negeri dan Hukum Singapura K Shanmugam itu berlangsung di The Sanchaya Resort Bintan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1/2022).
Menurut Menteri, dengan adanya kesepakatan ekstradisi antara Indonesia dan Singapura ini, akan memudahkan Jakarta untuk memulangkan seseorang yang tersandung kasus hukum dari negeri Singa.
“Setelah melalui proses yang sangat panjang akhirnya perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura ini dapat dilaksanakan,” kata Yasonna seperti dikutip dari siaran pers Biro Komunikasi Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, Selasa (24/1/2022).
Lebih jauh ia mengatakan, penandatanganan perjanjian ekstradisi tersebut akan membuka babak baru kerja sama bidang hukum Indonesia-Singapura. Perjanjian ekstradisi ini juga akan melengkapi dan menyempurnakan komitmen kedua negara sebagai sesama negara ASEAN terkait perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana (ASEAN Mutual Legal Assistance Treaty) yang mengharuskan kerja sama di antaranya terkait pencarian pelaku kejahatan, penggeledahan maupun penyitaan asset.
“Perjanjian ekstradisi ini memungkinkan
dilakukannya ekstradisi terhadap pelaku 31 jenis tindak pidana serta pelaku kejahatan
lainnya yang telah diatur dalam sistem hukum kedua negara,” katamya.
“Perjanjian ini juga menyepakati pemberlakukan masa retroaktif hingga 18 tahun terhadap tindak kejahatan yang berlangsung sebelum berlakunya perjanjian ekstradisi Indonesia Singapura,” lanjut Yasonna.
Dia juga menuturkan jika perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura ini membuat setiap orang yang ditemukan berada di negara yang diminta bisa untuk dicari oleh negara peminta untuk penuntutan, persidangan maupun pelaksanaan hukum.
Oleh sebab itu perjanjian ekstradisi yang dilakukan oleh Indonesia dan Singapura ini akan memberikan efek gentar bagi para pelaku tindak pidana yang berada di Indonesia dan Singapura.
“Perjanjian Ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura,” imbuhnya.
Di sisi lain, Menkumham menerangkan jika perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura ini bisa mempersempit ruang gerak dari para pelaku tindak pidana di dua negara. Terlebih diketahui jika Indonesia telah memiliki perjanjian ekstradisi dengan beberapa negara di dunia diantaranya dengan Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Australia, Korea Selatan, China hingga Hong Kong.
Dikatakan, perjanjian ekstradisi buronan Indonesia – Singapura ini juga memiliki fitur khusus yang secara efektif akan mengantisipasi celah hukum dan muslihat pelaku kejahatan.
“Misalnya, perubahan status kewarganegaraan untuk menghindari penegakan hukum. Dalam perjanjian ekstradisi ini, status warga negara pelaku kejahatan yang berubah tidak dapat mengecualikan pelaksanaan ekstradisi mengingat pelaksanaan ekstradisi harus
dilakukan berdasarkan status kewarganegaraan pelaku ketika tindak kejahatan terjadi,” paparnya.
Secara khusus bagi Indonesia, lanjut dia, pemberlakuan perjanjian ekstradisi diyakini dapat menjangkau secara efektif pelaku kejahatan di masa lampau dan memfasilitasi implementasi Keputusan Presiden RI Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Lebih jauh ia mengatakan, keberhasilan tim negosiasi pemerintah Indonesia dalam mendorong perjanjian ekstradisi kedua negara merupakan buah komitmen, konsistensi, dan kerjasama lintas pemangku kepentingan di tingkat Kementerian/Lembaga.
“Kesepakatan kedua negara terkait ekstradisi ini menyempurnakan secara utuh skema ekstradisi yang pernah didiskusikan
secara serius sejak masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY),” ujarnya. (Arif)