Soal Buronnya Apeng, Pakar Nilai Penegak Hukum Tidak Serius

Surya Darmadi alias Apeng, buronan koruptor yang membawa kabur Rp54 Triliun ke SIngapura//foto: ist

JAKARTA. Pewartasatu.com – Alumni Pasca Sarjana Fakultas Hukum UNS, Dr,Muhammad Taufiq SH, MH mempertanyakan keseriusan aparat penegak hukum untuk menangkap Surya Darmadi alias Apeng, yang kabur ke Singapura menggondol uang Rp54 Triliun.

Kalau kemauan aparat penegak hukum ada – dia menyebut KPK, Polri dan Kejaksaan Agung, jangan dipilah pilah karena ini menyangkut kepentingan bangsa – Apeng sudah lama bisa ditangkap.

“Pertanyaannya, ada niat atau tidak …menangkap yang bersangkutan? Serius atau tidak…sih?” katanya melalui channel “MT&P” Youtube, yang dikutip , Senin 1 Agustus 2022.

Surya Darmadi alias Apeng ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus suap alih fungsi hutan di Riau.

Juni 2022 baru lalu, Kejaksaan Agung menyatakan tanah yang digarap perusahaan Apeng di Indragiri Hulu untuk perkebunan kelapa sawit merupakan lahan milik negara. Kejaksaan pun telah menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan,

Sebelum menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan, Apeng yang Tahun 2016 di ditetapkan oleh majalan Forbes sebagai orang terkaya dunia di urutan ke 28, telah masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) pada 9 Agustus 2019.

Namun soal pencekalan ini, pihak Humas Ditjen Imigrasi, Achmad Nur Saleh, menuturkan status pencegahan (status cekal-red) terakhir terhadap Apeng sudah berakhir 12 Oktober 2019. Artinya, sejak itu dia tidak dicekal lagi.

Apeng kemudian diberitakan kabur ke Singapura dengan membawa lari uang sebesar Rp54 Triliiun.

Hingga kini, baik KPK maupun Kejaksaan Agung, belum mampu menangkap Apeng. Dan hal ini yang dipertanyakan pakar pidana Dr.Muhammad Taufiq, SH, MH.

Pengajar Fakultas Hukum Unissula, Semarang, ini justru mempertanyakan keseriusan aparat penegak hukum.

Bagi Taufiq, kalau aparat penegak hukum serius, Apeng pasti segera bisa ditangkap.

Indonesia dan Singapura 25 Januari 2022, sudah menandatangani perjanjian ekstradisi, yang memungkinkan semua koruptor yang ada di negeri Singa itu bisa dibawa ke Indonesia.

Kalau serius, kata Taufiq. Tidak ada kesulitan. Advokat ini mengingatkan hukum pidana di Indonesia menerapkan dua azas sekaligus. Pertama, azas nasional aktif dan kedua, azas nasional pasif.

Yang pertama, di mana pun warga negara yang melakukan kejahatan berada, bisa ditangkap dengan menggunakan hukum Indonesia.

Contoh ini, adalah penangkapan eks Bendahara Partai Demokrat, Nazarudin yang ditangkap di Kolombia dan pegawai Ditjen Pajak Gayus Tambunan yang ditangkap di Singapur.

Yang kedua, bagaimana dengan Apeng yang sudah tinggal di Singapura dan sudah menjadi warga Negara disana?

“Siapa pun dia, orang Indonesia atau bukan, apabila kepentingan Indonesia ada di sana, dia bisa ditangkap,” kata Taufiq sambil memperagakan tangan ke tengkuk, symbol orang yang dibekuk.

Muhammad Taufiq mempertnyakan, apakah berlaku pameo: hukum kita itu tajam ke bawah tumpul ke atas.
Atau tajam ke rakyat biasa dan tumpul kepada mereka yang dianggap sebagai “aset”.

Dia mencontohkan artis Nikita Mirzani, sudah berstatus tersangka tapi tidak ditangkap dan dibebaskan bepergian ke luar negeri. “Mungkin Nikita dianggap aset Negara,” sindirnya.

Terhadap Apeng, Taufiq mempertanyakan, apakah Apeng dianggap sebagai aset Negara, sehingga ketika sudah jadi tersangka korupsi gak juga ditangkap, dan bebas bepergian ke luar negeri.

“Coba kalau orang disangkakan melanggar undang-undang ITE, malam itu juga dijemput, ditangkap, dan ditahan,” sindirnya.

“Kalau penegak hukum serius, mudah kok menangkapnya dan membawanya ke Indonesia. Saya kira rakyat Indonesia pun akan bahu membahu untuk menangkap seorang koruptor,” ujarnya. **

Brilliansyah: