Stok Daya Listrik Surplus, PKS: Jokowi Segera Lakukan Moratorium Pembangkit PLN

JAKARTA, Pewartasau.com– Anggota Komisi VII DPR RI membidangi Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Lingkungan Hidup (LH), Dr H Mulyanto mendesak Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera melakukan moratorium pembangunan pembangkit listrik untuk keperluan pemakaian sendiri atau yang disebut (captive power).

Kalau pembangunan pembangkit listrik untuk keperluan sendiri ini masih tetap terbuka, ungkap Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bidang Industri dan Pembangunan tersebut, kelebihan pasokan listrik PLN yang ada saat tidak akan cepat terserap.

Hal tersebut diungkapkan Mulyanto kepada Pewartasatu.com di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (5/10) menanggapi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir yang mengirimkan surat kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk membantu kinerja operasional dan keuangan PLN.

Caranya, dengan membatasi pemberian izin usaha penyediaan listrik dan captive power. Captive power merupakan kondisi di mana sebuah perusahaan diizinkan mengelola dan menyediakan sumber pasokan listrik sendiri, di luar pasokan dari PLN.

“Kita harus jujur, kondisi kelistrikan PLN khususnya pulau Jawa, tengah kelebihan pasokan. Kalau kondisi ini tidak disikapi dengan cepat akan memberatkan PLN. Apalagi di tengah kondisi keuangan PLN yang masih tertekan utang, yang menurut pengakuan dirutnya mencapai Rp 500 triliun,” jelas Mulyanto.

Dikatakan Mulyanto, di tengah wabah pandemi virus Corona (Covid-19), permintaan listrik industri yang sebelumnya sudah turun semakin anjlok, sementara pelaksanaan proyek pembangunan pembangkit listrik 35.000 MWe tetap berlangsung. Karena itu, keseimbangan supply dan demand listrik ini harus diatur, bila tidak surplus listrik ini akan semakin lebar.

Padahal, kata wakil rakyat dari Dapil III Provinsi Banten tersebut, dengan sistem kontrak pembelian listrik dari Independent Power Producer (IPP) atau pembangkit listrik swasta berlaku klausul TOP Take Or Pay (TOP), dimana memakai atau tidak, listrik yang mengalir harus dibayar PLN.

Bila kelebihan pasokan ini semakin lebar, lanjut dia, biaya yang harus dibayar PLN semakin tinggi. Kalau ini terus berlangsung, maka akan mendongkrak tarif listrik untuk masyarakat. “Ini akan merugikan kita semua.” jelas Mulyanto.

Selain itu, lanjut Mulyanto, dengan adanya pembangkitkan listrik untuk pemakaian sendiri ini, menyebabkan potensi pemasukan PLN jadi berkurang. Untuk itu, memang sudah seharusnya Pemerintah bersinegi untuk membangun sektor kelistrikan ini.

Berbagai upaya harus diambil secara sinergis antar Kementerian terkait, agar terjadi penguatan dalam layanan di sektor kelistrikan termasuk penguatan kelembagaan BUMN kelistrikan, yakni PLN. “Ujung-ujungnya kan untuk meningkatkan pelayanan pemerintah di sektor kelistrikan kepada masyarakat,” papar Mulyanto.

Namun, Mulyanto minta PLN sendiri harus meningkatkan kinerja dan efisiensi pelayanannya. Jangan sampai ketika lembaga atau badan usaha menggantungkan kebutuhan listriknya pada PLN, ternyata keandalan listrik PLN lemah, sering “byar pet” atau harga listrik cenderung naik. “Ini akhirnya merugikan mereka.”

Dalam UU No. 30/2009 tentang Ketenaglistrikan diatur ketentuan mengenai usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri. Bahkan dikuatkan dalam RUU Cipta Kerja, bahwa hal itu dapat dilakukan baik oleh instansi pemerintah pusat, Pemda, BUMN, BUMD, badan usaha swasta, koperasi, perseorangan dan lembaga/badan usaha lainnya selama hanya untuk pemakaian sendiri. Serta dalam usaha penyediaan tenaga listrik tersebut wajib mengutamakan produk dan potensi dalam negeri.

Menurut PLN saat ini kapasitas captive power mencapai lebih dari 2.000 mega watt (MW). Jika 75 persen dari total kapasitas captive power tersebut dibatasi dan dialihkan ke PLN atau sekitar 1.500 MW dengan capacity factor sebesar 50 persen, menurut dia, ini akan meningkatkan penjualan listrik 6,57 tera watt hour (TWh) dalam kurun waktu satu tahun.

Lebih lanjut, penjualan listrik PLN dalam satu tahun rata-rata 240 TWh. Ini berarti, jika penjualan naik 6,57 TWh, maka akan ada kenaikan penjualan listrik sebesar 2,7-3 dalam setahun. “Artinya dengan pengambilalihan captive power ini, akan meningkatkan kemampan jual listrik PLN, dan makin membuatnya efisien,” demikian mantan Irjen Kementerian Pertanian tersebut. (fandy)

akhir Rasyid Tanjung: