Risto kecil putera Siaru Sulit Air Sumbar. Foto BK
Pewartasatu.com – JKT -Kebanyakan pelancong yang datang ke objek wisata di Sulit Air, Sumbar, sering bertanya tanya, kenapa negari itu dijuluki “Sulit Air” sedangkan memperoleh air, tampaknya amat mudah di sana.
Karena di pusat negari itu terdapat sungai Katialo yang airnya mengalir jernih di bawah ” Titi” sebutan warga setempat, air mengalir tidak henti hentinya sampai ke muara batang Ombilin di tepian danau Singkarak.
Sungai Katialo tampaknya hampir seluas kali Ciliwung dekat pusat keramaian pasar rumput, Jakarta Selatan dimana ditemukan banyak perantau Sulit Air, yang berjualan dalam berbagai kegiatan perdagangan.
Dengan demikian, Sulit Air, bukan memperoleh air yang sulit karena batang Katialo seluas kali Ciliwung, setiap saat dapat digunakan untuk mandi, cuci, kakus ( MCK), bahkan untuk beruduk sekalipun.
Sulit Air sebuah negari, kini disebut desa terdiri delapan desa, setelah berubah nama nagari menjadi desa (Negari). Nagari seluas 80 km persegi, terdapat objek wisata “Jenjang Seribu”, rumah 20 ruang dan batu galeh di desa taram, 2 km dari pusat keramaian penduduk Sulit Air.
Nagari yang berpenduduk sekitar 98.000 jiwa lebih itu, bertebaran di 34 provinsi, bahkan ada yang merantau sampai keluar negeri, seperti Australia, sepuluh persen diantaranya yang menetap di kampung asal sebagai petani tradisional.
SIFAT AIR
Sebenarnya warga Sulit Air itu memakai sifat air, kata Datuk alm Datuk Tumenggung, mantan ketua KAN, di kecamatan sepuluh koto Diatas, Kabupaten Solok. Jadi di nagari Sulit Air, bukan sulitnya air, tapi filsafat warga itu dalam berkiprah, memakai sifat air.
Lima sifat air yang melekat kental dalam kehidupan warga Sulit Air, kata Datuk sungguh. Ia menambah kan, sifat air pertama, adalah membersihkan yang kotor. Jadi dalam pergaulannya, suka mengatakan yang benar benar dan yang salah, ya salah.
Sifat air berikutnya, mendinginkan yang panas, dengan maksud sebagai pelepas “Dahaga” bagi yang haus, dengan begitu tamu yang berkunjung biasanya mereka akan senang bila dapat memberi “Seteguk” air, ada nasi, yang diberi nasi.
Jika tidak ada, mereka sedih dan berdosa. ” Bagaimanapun kita adalah bersaudara? ” kata Datuk seraya membenarkan sifat air satu dua agaknya kurang difahami oleh generasi sekarang, apalagi mereka yang tinggal di kota, kecuali mereka ” Nyinyir” bertanya kepada yang sudah berumur, akan mengerti Sulit Air.
Risman di gubuknya dengan Yatim asuhan di Mushola Al Adnan desa Singasari Tasikmalaya. Foto BK
PUTUS ASA
Sifat air yang ketiga adalah suka mendinginkan yang panas, maksudnya, adalah selalu tidak mempersoalkan hal hal yang bertentangan karena akibatnya bisa jadi pertengkaran dan perpe cahan.
Sekarang bila diperhatikan perantau negeri wesel itu, kebanyakan memakai sifat air yang turun dari langit, jatuh ke bumi turun ke bagian yang rendah dan landai, terus mencari yang rendah dan sampai mencapai air yang bersatu ke sungai dan mengalir untuk mencapai tujuan terakhir, yakni muara.
Jadi, air yang mengalir dari sungai menuju ke muara, sebelum sampai ke laut melalui muara, tentu akan banyak rintangan yang diterimanya seperti mengalami hempasan, tumbukkan, tiba di batu belok kiri dan kanan sampai di tebing diterjunkan ke bagian yang dalam dan seterusnya, terus mengalir ke tempat tempat yang rendah dan akhirnya mencapai juga muara.
Dengan demikian, warga ini dalam berusaha dari pedagang kecil, misalnya saat ini, dan dua atau tiga mendatang mereka telah menjadi pedagang menengah dan besar. Dari tidak memiliki tempat permanen berusaha, kemudian mempunyai toko yang tetap. Begitu juga bila jadi pegawai dari pegawai rendah, setahun kemudian sudah menjadi pejabat, seperti misalnya, CEO Yarsi Prof Dr Yurnalis Uddin dan Risto.
Mereka yang mencapai sukses rata rata merangkak dari bawah setelah berjuang, seperti mengalir nya air dari gunung Salak di Bogor hingga ke muara ANGKE di Jakarta
Lain halnya seperti Happy Bone di Bandung selama ini bergerak di bidang politik dan pernah menjadi anggota DPR RI mewakili Provinsi Jawa Barat.
Putera alm Zulkarnain itu lebih parah dari data biografinya tapi Ia begerak tidak dalam bidang perdagangan, tapi dalam bidang pendidikan hingga mencapai Doktor, nampaknya tetap menjadi kolumnis muda dan Dosen tetap di Unpar, STPDN, dan STIA LAN di Bandung.
DR Happy Bone Z dan H. Mustari Pembina IPPSA dan SAS Bandung.
Dapat dicontohkan, seperti pemilik Apotik Jaya alm Jamaludin Tamban, apotik tertua di kota Pekanbaru, dan di Jakarta serta kota perantau lainnya, juga bermula dari pedagang kecil, kini telah menjadi konglomerat besar dan usahanya tidak saja di Indonesia, bahkan sudah ada di Jerman dan Amerika.
Ketiga tokoh perantau Sulit Air itu, baik dari kalangan pemerintah, bisnis, dan edukasi bila dibaca sejarahnya lebih banyak dukanya daripada sukanya karena mulai merantau dari negeri asal, hanya bermodal tulang “Ampek Karek” atau bermodal dengkul.
Warga negeri tandus itu di kota Jakarta berjumlah 20.000 jiwa lebih, 98 persen tampaknya bergerak di bidang perdagangan, dua persen saja yang bekerja di pemerintahan dan lainnya.
Kemanapun kita pergi ke berbagai pasar di lima wilayah kota Jakarta akan ditemukan pedagang Sulit Air, kata DR H Darmizal ketua Pembin SAS Sentiong Jakarta Pusat.
Dengan demikian, perantau Sulit Air ini, lebih cenderung memiliki sifat air yang keempat sebagai modal dasar merantau, tambah Darmizal sungguh.
Sedangkan sifat air yang terakhir katanya, seperti sekali air besar, sekali tepian beranjak. Jadi, bila air sungai.meluap ketika hujan turun, tentu akan menghayutkan apa yang ada di pinggir sungai.
Artinya perantau itu bila bertengkar selesai ber-argumentasi, ya habis dan tidak ada dendam. Tapi sifat air sebagai falsafah hidup warga itu, banyak yang tidak tahu, bahkan generasi tuapun, agaknya kini mulai melupakan, terutama bagi mereka yang hidup di kota besar seperti Jakarta.
Oleh karena itu, filsafat hidup nenek moyang kita perlu dilestarikan secara menyeluruh dan tidak sepotong sepotong, agar mudah dimengerti orang banyak, kata alm Datuk Tumenggung di kediamannya di Villa Mega Mendung Puncak Bogor, sebelum wafat April 2020 lalu.(Oleh Risman)