Taliban Mewajibkan Perempuan Afganistan Memakai Burka

JAKARTA, Pewartasatu.com — Pemerintah Taliban mengeluarkan aturan ketat bagi perempuan di Afganistan, yakni mewajibkan perempuan Afganistan untuk memakai penutup wajah atau burka saat berada di area Publik.

Bukan hanya itu, pemimpin Taliban Hibatullah Akhunzada juga mengatakan perempuan yang tidak mempunyai kepentingan berkerja di luar, sebaiknya tetap tinggal di rumah.

“Para perempuan yang tak terlalu tua atau muda harus menutup wajah mereka, kecuali mata, sesuai perintah syariah, dengan maksud untuk mencegah provokasi ketika bertemu pria yang bukan mahramnya,” demikian bunyi dekrit itu seperti dikutip dari AFP, Sabtu (7/5).

jika terdapat pelanggar dari aturan tersebut, aparat Taliban akan menghukum Pria yang bertanggung jawab atas perempuan Tersebut.

Perempuan Afganistan memakai Burka

 

Sebelum kepergian Amerika serikat, Taliban sendiri sudah merebut kekuasaan Afganistan secara penuh, mereka juga membatasi ruang gerak untuk kaum perempuan seperti melarang perempuan untuk melakukan pekerjaan pemerintahan, mengikuti Pendidikan tingkat menengah dan melarang perepuan untuk berpergian sendirian keluar kota.

Pembatasan untuk kaum perempuan ini mendapat keprihatinan mantan Ketua Komisi HAM Shaharzad Akbar.

“Begitu banyak luka dan duka bagi perempuan di negara saya, hati saya terluka. Begitu banyak kebencian dan kemarahan terhadap Taliban, musuh dari para perempuan, penegas ketidaksetaraan gender, musuh dari kemanusiaan dan rakyat Afghanistan,” ujar Shaharzad lewat kicauan di media sosial.

Kebijakan luar negeri Amerika Serikat pun melirik setelah melihat kenyataan di afganistan setelah Taliban berkuasa Kembali.

“Kami sangat prihatin bahwa hak dan kemajuan yang telah dicapai dan dinikmati oleh perempuan dan anak perempuan Afghanistan selama 20 tahun terakhir terkikis,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS kepada AFP.

“Kami dan banyak mitra kami di komunitas internasional sangat terganggu oleh langkah-langkah yang diambil Taliban yang ditujukan pada perempuan dan anak perempuan, termasuk pembatasan pendidikan dan perjalanan,” pungkasnya. (**)

Rita Ulya: