Ternyata Dua Kapal Milik Meratus Line yang Diteliti Tak Masuk Daftar Kapal yang Diperkarakan

JAKARTA, Pewartasatu.com – Sidang Pengadilan Negeri Surabaya menghadirkan dua saksi yaitu Irwan Bahrudin dan Aryo. Keduanya merupakan karyawan tetap PT Meratus Line (menjabat sebagai Technical Superintendent). Dalam keterangannya sebagai saksi pada Kamis (19/1/2023) menerangkan bahwa keduanya mendapat tugas dari manajemen PT Meratus Line untuk melakukan penghitungan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) pada kapal-kapal milik PT Meratus Line.

Menurut saksi Irwan Bahrudin ia ditugaskan melakukan monitoring operasional kapal supaya bisa berlayar. Ia mengaku diberi perintah pimpinannya, untuk ikut berlayar di Kapal Wainampu untuk memastikan konsumsi BBM di Kapal Wainampu. Dalam penelitiannya itu, ia mengaku ikut kapal berlayar dari Jakarta menuju Surabaya yang ditempuh selama 30 jam. Dan setelah di laut lepas baru melakukan perhitungan.

Ia juga sempat menjelaskan metode perhitungan yang dilakukannya. Kapal yang ditelitinya menggunakan tangki harian. “Saya menghitungnya per jam, saya kasih garis, turunnya berapa, baru diakhir kita lakukan perhitungan. Saya hanya menghitung konsumsi, dikroscek dengan laporan kapal,” kata Saksi Irwan.

Dari perhitungan yang dilakukan, lanjutnya, terdapat selisih penggunaan BBM. Hasil temuan ini pun, dilaporkan pada atasannya. Namun menjawab pertanyaan pengacara salah satu terdakwa soal dari mana suplai BBM yang diperoleh kapal yang ditelitinya, menurut Irwan kapal tersebut berasal dari Jakarta, maka vendor dan bunker office nya juga berasal dari Jakarta.

Tapi ia mengaku tidak tahu siapa vendor yang menyuplai BBM. Terkait standar operasional prosedur (SOP) untuk menghitung BBM maupun soal standarisasi kapal dapat dikatakan boros atau irit, Irwan mengakui tidak ada tapi dihitung berdasarkan riil laporan.

Sedangkan Saksi Aryo juga mendapatkan tugas untuk menghitung jumlah konsumsi BBM namun pada kapal milik Meratus yang berbeda. Kapal yang ditelitinya bernama Meratus Waigeo. Pada kapal tersebut, juga ditemukan selisih BBM yang dipakai dan hasil selisih BBM itu lalu dilaporkannya pada manajemen.

Vendor penyuplai BBM kapal tersebut dilakukan oleh vendor dari Jakarta. Demikian pula saat ditanya mengenai penyebab dari selisih BBM hasil temuannya, Aryo mengaku tidak tahu. Yang dilakukan hanya pasang alat untuk memastikan agar tidak ada transfer BBM.

Kedua saksi juga membenarkan proses penghitungan selisih BBM itu baru dilakukan kali ini. Karena selama ini mereka mengaku belum pernah melakukan tugas semacam itu. Dirinya juga tidak tahu kapal yang ditelitinya itu tidak masuk dalam perkara dugaan pidana penggelapan BBM.

Terkait hasil penelitian mereka yang dipakai sebagai dasar audit oleh auditor internal PT Meratus Line, Irwan maupun Aryo sama-sama membenarkan bahwa mereka pernah dimintai keterangannya oleh auditor internal. Aryo bahkan memastikan, bahwa salah satu auditor yang menanyainya adalah Fenny yang sebelumnya bersaksi di persidangan. “Pernah dimintai keterangan oleh auditor internal. Salah satunya oleh bu Fenny,” tegasnya.

Sedangkan Pengacara Terdakwa, Syaiful Maarif mengungkapkan bahwa ketidaktahuan kedua saksi soal kapal yang ditelitinya tidak masu dalam perkara dugaan pidana penggelapan BBM ini, Syaiful lalu membeberkan daftar nama sejumlah kapal yang masuk dalam perkara ini. Dimana, dua kapal yang diteliti keduanya dipastikan tidak masuk dalam daftar kapal yang diperkarakan.

Syaiful Ma’arif menyatakan bahwa kapal yang diteliti keduanya adalah berasal dari Jakarta. Sehingga vendor pengisi BBM juga berasal dari Jakarta. “Kapal yang diteliti berlayar dari Jakarta, berarti mengisi BBM juga dari Jakarta, jadi vendornya juga bukan dari Surabaya,” jelasnya.

Artinya, lanjut Syaiful, keterangan saksi kali ini juga tidak terkait dengan fakta karena menceritakan soal proyek di kapal yang justru vendor nya bukan Bahana. Hasil dari penelitian kedua saksi disampaikan sebagai hasil yang dipakai untuk menghitung kerugian oleh auditor internal.

“Padahal, kapal itu vendornya bukan dari Surabaya. Sehingga tidak ada korelasi dan setelah dicek tidak ada hasil yang lain. Sehingga, contoh yang digunakan dipukul rata. Mereka punya 60 kapal, yang masuk (perkara pidana) itu 40, yang disebutkan tiga itu tidak ada disitu,” tambahnya.

Upaya PT Meratus Line melakukan framing yang mengesankan PT Bahana Line terlibat dalam tindak pidana penggelapan BBM yang dilakukan 17 oknum karyawan kedua perusahaan, digagalkan dua saksi karyawan PT Meratus Line sendiri.

Padahal sebelumnya terdapat keterangan yang banyak kejanggalan dari saksi Slamet Raharjo (Dirut PT Meratus) dan saksi Fenny (Audit internal PT Meratus) yang memaksakan agar Bahana masuk walau sebenarnya tidak ada kaitan. Akibatnya, pada sidang yang berlangsung Selasa (17/1/2023) lalu kedua saksi lebih banyak diperingatkan ketua Majelis hakim.

“Jadi sudah makin jelas bahwa ada upaya memframing korporasi Bahana untuk kasus yang sebenarnya akibat pengawasan internal Meratus sendiri yang tidak jalan. Terbukti kasusnya diduga dilakukan dengan inisiatif oknum karyawan Meratus. Keterangan saksi Slamet dan Fenny lebih banyak terkesan menyudutkan PT Bahana secara korporasi,” jelasnya.

Slamet, kata Syaiful, bahkan menyebut karyawannya yang bernama Edi Setyawan menerima langsung sejumlah uang dari Bahana. Fenny juga sempat mengakui, soal perhitungan kerugian yang awalnya ditaksir mencapai Rp 501 miliar, kemudian melorot menjadi Rp 94 miliar setelah dicecar oleh para pengacara terdakwa. Fenny juga mengakui jika metode audit yang dilakukannya lebih banyak berdasarkan asumsi.

“Keterangan saksi sebelumnya yang berusaha menumpahkan kesalahannya pada PT Bahana Line secara korporasi adalah tidak tepat. Sebab, dalam perkara ini oknum karyawan Meratus dan oknum karyawan Bahana lah yang bermain,” tutup Syaiful.(**)

syarif: