JAKARTA, Pewartasatu.com – Saksi Edy Setiawan, pekerja PT Meratus Line, dalam sidang kasus jual beli bahan bakar minyak (BBM) yang melibatkan PT Meratus Line dan Pekerja PT Bahana Line di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya membongkar praktek penjualan BBM Pocket yang selama ini terjadi.
BBM Pocket adalah BBM sisa kapal yang oleh para anak buah kapal (yang sering berperan di sini adalah KKM dan Masinis I) dianggap sebagai miliknya yang kemudian dijual kembali untuk kepentingan pribadi.
Menurut Edi, BBM Pocket ini juga sering tidak terjual karena harga yang tidak cocok. Sementara pihak kapal dalam hal ini KKM dan Masinis I taunya barang tersebut harus jadi uang berapapun itu.
“Jika tidak maka yang terjadi mereka akan membuang BBM Pocket tersebut ke laut, karena tidak mau ambil resiko menyimpannya di kapal,” ujarnya.
Menanggapi hal ini, Pegiat Lingkungan Surabaya, Teguh Ardi Srianto mengatakan
bahwa, selain melanggar aturan dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pembuangan BBM ke laut juga melanggar UU tentang Kelautan.
“Terkait pencemaran terhadap laut maka apa yang disampaikan pekerja Meratus di Persidangan bahwa kapal milik Meratus melakukan itu ini tentu melanggar Peraturan Yang Berlaku,” ujar Teguh saat dihubungi wartawan via telepon genggamnya, Senin (13/2/2023).
“Apalagi para pelaku juga merupakan karyawan Meratus maka otomatis tanggung jawab sepenuhnya, dan karena itu ada di direksi jadi direksi Meratus harus bertanggung jawab atas kinerja dari anak buahnya,” ujarnya.
Ia juga mengaku heran kenapa pihak Meratus tidak melapor ke polisi kalau kehilangan minyak. Ia mengaku kurang paham mengapa mereka tidak melapor. “Ini perlu diselidiki ada apa kok Meratus yang sebenarnya merugi justru tidak melapor ke polisi selama 7 tahun terakhir,” katanya.
Informasinya, lanjut dia, kasus itu sudah ada sejak 2015 hingga 2022 jadi cukup lama sekali. Kalau memang katakanlah solar itu dibuang atau pencemaran itu dilakukan setiap hari maka sudah berapa banyak yang dibuang ke laut. “Ini yang perlu ditanyakan dan perlu dimintai pertanggungjawaban karena sudah melanggar undang-undang,” ucapnya.
Kalau memang kasus ini nanti akan diusut secara mendalam insya Allah saya bersama teman-teman akan melakukan pengawalan hingga ke pelaku utama dan penanggung jawab utama kegiatan pembuangan solar ke laut ini,” pungkasnya.
Tanggung Jawab Perusahaan
Sementara Pengamat Maritim Capt Marcellus Hakeng Jayawibawa, bahwa BBM sisa adalah milik perusahaan maka jika sampai BBM sisa ada yang dibuang ke laut maka tentu itu menjadi tanggung jawab perusahaan dan atau pemilik kapal.
“Namun jika perusahaan tidak mempersoalkan baik penjualan atau pembuangan BBM sisa tersebut ke laut maka bisa dianggap BBM sisa itu bukan milik perusahaan,” tukasnya.
BBM sisa, kata dia, juga tidak boleh dibuang di laut karena dilarang oleh hukum internasional dan oleh Peraturan Per-Undang Undangan banyak negara.
“Hal itu diatur dalam Konvensi Marpol (International Convention for the Prevention of Pollution from Ships) yang berisikan perjanjian internasional yang mengatur masalah pencemaran lingkungan oleh kapal dan melarang dengan tegas pembuangan bahan bakar minyak di laut,” sambung dia
Di Indonesia sendiri, pembuangan bahan bakar minyak ke laut dilarang oleh berbagai undang-undang dan peraturan, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 87 ayat (1) dan (2).
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 105 ayat (1) dan (2).
3. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Bakar Minyak Kapal, Pasal 4 ayat (1) dan (2).
4. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Bahan Bakar Minyak Kapal dan Limbah Bahan Bakar Minyak Kapal, Pasal 6 ayat (1) dan (2).(**)