Featured MUTIARA RAMADHAN

TIPS PUASA: Batalkah Saum Kita Ketika Divaksin? Ini penjelasannya

Illustrasi vaksinasi anak oleh Dinkes DKI /foto: beritajakarta.id

JAKARTA.Pewartasatu.com – Vaksin booster menjadi salah satu syarat bagi pemudik yang hendak pulang ke kampung halaman masing-masing.

Pelaksanaan vaksinasi ini tentu saja demi terwujudnya kekebalan komunitas agar segera menyudahi neraka pandemi.

Para ulama kontemporer telah sepakat bahwa vaksinasi hukumnya halal ditinjau dari aspek istislah, istihalah, dan daruriyah.

Apalagi, kondisi pandemi Covid-19 yang dalam kurun dua tahun ini menghantui penduduk dunia, tidak ada alasan lain untuk menolak vaksinasi. Namun bagaimana jika pelaksanaan vaksinasi saat berpuasa, apakah membatalkan atau tidak?

Menurut Imam Kasani dari Mazhab Hanafi, batasan batal tidaknya puasa seseorang adalah apabila ada sesuatu yang masuk ke dalam tubuh.

Imam Nawawi dari Mazhab Syafi’I menambahkan bahwa batalnya puasa apabila ada benda yang masuk ke dalam rongga perut (jawf)melalui organ tubuh yang berlubang terbuka (manfadz maftuh) seperti mulut, hidup, dubur, dan telinga.

Kedua pendapat ulama ini merupakan abstraksi yang diambil dari QS. Al-Baqarah ayat 187.

Dari penjelasan kedua ulama di atas cukup untuk menjelaskan bahwa seseorang dianggap batal puasanya apabila meminum obat-obatan melalui lubang alamiah.

Akan tetapi terkait dengan penggunaan alat suntik untuk memasukan suatu zat atau benda ke dalam tubuh melalui pori-pori di bawah kulit atau pembuluh darah, rasa-rasanya tak ada penjelasan gamblang.

Tak ada penjelasan sharih (gamblang) baik di dalam Al-Qur’an, hadits Nabi saw, maupun kitab-kitab klasik.

Suntik sesungguhnya metode di zaman modern untuk memasukkan cairan yang merupakan obat suatu penyakit kepada tubuh yang tentu tidak menghilangkan rasa lapar dan haus.

Nampaknya mayoritas ulama kontemporer berpendapat bahwa injeksi (menyuntik) obat tidak membatalkan puasa, selain karena tidak menghilangkan lapar maupun haus juga prosesnya tidak melalui rongga alamiah.

Akan tetapi para ulama berbeda pendapat tentang menyuntikkan nutrisi sebagai pengganti makanan/minuman ke dalam tubuh (infus). Cairan infus terdiri dari sejumlah zat yang membuat tubuh tetap segar meski tidak makan dan minum.

Sebagian ulama lebih bersikap hati-hati (ihtiyat) sehingga berpendapat bahwa infus membatalkan puasa karena sama-sama memasukkan makanan/minuman dengan tujuan agar tubuh tetap bugar sekalipun tidak melalui lubang alamiah.

Pandangan lain menyebutkan bahwa praktek infus tidak membatalkan puasa.

Pendapat ini didasarkan pada hadis Nabi yang menyebutkan bahwa Rasulullah pernah membasahi kepalanya dengan tujuan menghilangkan rasa panas dan dahaga dalam tubuhnya.

Hadis ini kemudian diqiyaskan dengan infus yang sama-sama memiliki al-illah al-ghaiyyah (tujuan akhir), yaitu penyegaran.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa injeksi cairan obat yang memiliki efek penyembuhan dari suatu penyakit tidak membatalkan puasa.

Sementara injeksi cairan nutrisi yang membuat tubuh tetap bugar merupakan aspek yang masih diperselisihkan para ulama.

Karenanya: 1) injeksi obat tidak membatalkan puasa; 2) injeksi nutrisi punya potensi membatalkan puasa (masih diperdebatkan).

Lalu, bagaimana dengan suntik vaksin?

Dalam Pengajian PP Muhammadiyah pada Ahad (14/03), Syamsul Anwar menerangkan bahwa suntikan vaksin melalui otot bukanlah kegiatan memasukkan zat makanan ke dalam tubuh, sehingga vaksinasi tidak dikategorikan sebagai injeksi nutrisi.

Karenanya, ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah itu berpendapat bahwa vaksinasi tidak membatalkan puasa. Alasannya 1) tidak melalui organ alamiah; 2) tidak menghilangkan rasa lapar dan haus.

Pandangan Syamsul Anwar ini sejalan dengan semangat putusan tarjih yang berdasarkan QS. Al Baqarah ayat 195 dan al-Maidah ayat 32, umat Islam diperintahkan agar mempertahankan hidup semaksimal mungkin.

Dalam hadis yang diriwayat al-Darimi juga disebutkan bahwa kesehatan merupakan kenikmatan yang dianugerahkan Allah.

Bahkan hal itu diperkuat dengan keterangan Rasulullah agar seorang Muslim tidak menjerumuskan diri pada kemudaratan bahkan mendatangkan mudharat bagi orang lainnya.

Dengan demikian, vaksinasi di bulan Ramadan merupakan langkah yang bisa diambil. Tentu kita berharap jangan sampai puasa menjadi alasan untuk tak melakukan vaksinasi.

Dengan adanya penjelasan dari Syamsul Anwar menjadi terang bagi kita bahwa vaksinasi tidak membatalkan puasa, maka seyogyanya umat Islam tidak perlu ragu dan khawatir lagi.(bri)

Sumber: muhammadiyah.or.id

 

Leave a Comment