Tragedi Kanjuruhan, AAPI Minta Ketum PSSI Mundur dan Kapolda Jatim Dicopot

Saat supporter  memasuki lapangan. //Foto: istimewa

JAKARTA. Pewartasatu.com — Asosiasi Ahli Pidana Indonesai (AAPI) menyatakan, negara harus bertanggungjawab atas tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang, Sabtu malam lalu 1 Oktober 2022 yang mengakibatkan jatuhnya 182 korban tewas dan luka-luka.

Setelah mengevalusi kronologi kejadian dan penanganan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap tragedi yang bermula dari berakhirnya pertandingan Arema vs Persebaya di mana terdapat supporter memasuki lapangan, AAPI menyatakan sikap, mengecam tindak represif aparat terhadap penanganan suporter dengan tidak mengindahkan berbagai peraturan, terkhusus implementasi prinsip HAM Polri;

Melalui presss release yang ditandatangani Ketuanya Dr.Muhammad Taufiq.SH MH dan Sekretaris
Dr. Abdul Chair Ramadhan SH MH, Minggu 2 Oktober 2022, AAPI mendesak negara segera melakukan penyelidikan terhadap tragedi ini dengan membentuk tim penyelidik independen ;

AAPI meminta Kompolnas dan Komnas HAM memeriksa dugaan Pelanggaran HAM, dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota kepolisian yang bertugas;

Mendesak Divisi Propam POLRI dan POM TNI untuk segera memeriksa dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja anggota TNI-POLRI yang bertugas pada saat peristiwa tersebut;

Mendesak KAPOLRI untuk melakukan evaluasi secara tegas atas tragedi yang terjadi yang memakan korban jiwa baik dari massa suporter maupun kepolisian;

AAPI juga meminta Kapolri mencopot Kapolda Jawa Timur dan Kapolres Malang.

Selanjutnya, AAPI juga mendesak pemerintah pusat dan daerah terkait untuk bertanggung jawab terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka.

Terakhir meminta Mochammad Iriawan mundur dari kursi Ketum PSSI, karena AAPI menilai, aktifitasnya lebih banyak untuk konsumsi politik sehingga lalai mengelola Liga 1.

Dalam evaluasinya, AAPI mengatakan, sejak awal panitia mengkhawatirkan akan pertandingan ini dan meminta kepada Liga (LIB) agar pertandingan dapat diselenggarakan sore hari untuk meminimalisir resiko.

Tetapi sayangnya pihak Liga menolak permintaan tersebut dan tetap menyelenggarakan pertandingan pada malam hari.

Pertandingan itu sendiri berjalan lancar hingga selesai, kemudian kerusuhan terjadi setelah pertandingan, di mana terdapat supporter memasuki lapangan dan kemudian ditindak oleh aparat.

“Dalam video yang beredar, kami melihat terdapat kekerasan yang dilakukan aparat dengan memukul dan menendang suporter yang ada di lapangan,” demikian diungkapkan AAPI melalui press releasenya.

Ketika situasi suporter makin banyak ke lapangan, justru kemudian aparat melakukan penembakan gas air mata ke tribun yang masih banyak dipenuhi penonton.

“Kami menduga telah terjadi penggunaan kekuatan yang berlebihan (excessive use force) melalui penggunaan gas air mata dan pengendalian masa yang tidak sesuai prosedur, yang menjadi penyebab banyaknya korban jiwa yang berjatuhan,” tulis AAPI.

Penggunaan Gas Air mata yang tidak sesuai dengan prosedur pengendalian massa, menurut AAPI, mengakibatkan suporter di tribun berdesak-desakan mencari pintu keluar, sesak nafas, pingsan dan saling bertabrakan.

Hal tersebut diperparah dengan over kapasitas stadion dan pertandingan big match yang dilakukan pada malam hari.

Hal tersebut menurut AAPI yang membuat seluruh pihak berkepentingan harus melakukan upaya penyelidikan dan evaluasi yang menyeluruh terhadap pertandingan ini.

Selain menyinggung penggunaan gas air mata yang dilarang oleh FIFA, AAPI juga menilai bahwa tindakan aparat dalam kejadian tersebut bertentangan dengan beberapa peraturan sebagai berikut :

● Perkapolri No.16 Tahun 2006 Tentang Pedoman pengendalian massa

● Perkapolri No.01 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian

● Perkapolri No.08 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI

● Perkapolri No.08 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-hara

● Perkapolri No.02 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Huru-hara

Atas pertimbangan diatas, AAPI menilai bahwa penanganan aparat dalam mengendalikan masa berpotensi terhadap dugaan Pelanggaran HAM dengan meninggalnya lebih dari 182 Korban Jiwa dan ratusan lainnya luka-luka. **

 

 

Brilliansyah: