Humas Politeknik Negeri Jakarta di akhir pekan kemarin mengadakan FGD (Focus Group Discussion) tentang Diskusi Media dalam menghadapi perkembangan digitalisasi media, dengan materi utama disampaikan langsung oleh pakar dan praktisi media Komunikasi.
Berjudul “Menjaga dan Meneguhkan Reputasi Melalui Kehumasan di Era Digital,” Dr. Bagus Sudarmanto sebagai pemateri pertama menegaskan Humas menjadi posisi kunci untuk membangun citra positif lembaga. “Karena adanya perubahan manajemen informasi yang dihasilkan media digital yang real time, interactive, mobile, hypertext, dan multi platform, sehingga PNJ perlu me-reorganisasi Humas agar tidak tertinggal,” saran Dosen Pascasarjana Komunikasi di beberapa kampus ini.
“Posisi Humas khususnya pada badan publik seperti lembaga pendidikan, di Indonesia menjadi sangat penting dan strategis. Terlebih setelah lahirnya UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), Humas tidak hanya melayani pers atau media tetapi juga permohonan informasi langsung dari masyarakat,” ujar senada Kamsul Hasan, M.H, Ketua Komisi Kompetensi PWI Pusat yang menjadi pembicara berikutnya.
Citra Kredibilitas
Untuk mencapai reputasi organisasi, lanjut Bagus Sudarmanto, diperlukan identitas dan citra organisasi yang tercermin pada nilai-nilai dan filosofi, penampilan fisik, pelayanan internal dan eksternal, media komunikasi serta pola interaksi. Indikator penilaian tingkat reputasi sangat ditentukan oleh daya saing dalam waktu tertentu, mempertahankan staf berkualitas, konsistensi dukungan publik melalui WOM (gethok tular) dan keberpihakan publik saat ada masalah.
Lebih lanjut, Kamsul Hasan menguraikan ciri-ciri Humas yang kompeten. Antara lain, (1) mampu membuat perencanaan kegiatan kehumasan, baik internal maupun eksternal, (2) mampu menganalisis pemberitaan dan opini terkait instansinya, (3) mampu mempersiapkan bahan siaran pers yang memiliki nilai berita, (4) mampu menyiapkan jumpa pers dengan sarana dan prasarananya serta mendokumentasikan, dan (5) mampu mendampingi pimpinan saat jumpa pers ataupun doorstop/wawancara cegat dengan data teknis dan terinci yang tidak dikecualikan,
“Juga (6) mampu dan paham membedakan produk jurnalistik dan media sosial untuk menyelesaikan sengketa, baik prosedur Hak Jawab, Hak Koreksi, Mediasi di Dewan Pers dan membuat Laporan Pengaduan di Kepolisian karena konten yang merugikan instansi, (7) memiliki jaringan, baik dalam bentuk surel, telepon, dan lainnya dengan perusahaan pers, redaksi atau reporter, bahkan blogger yang biasa meliput kegiatan, (8) mampu membaca kecenderungan masyarakat/media dari Google Trends atau berbagai sumber lainnya, serta (9) mampu mengelola berbagai saluran media sosial,” rinci Kamsul, yang juga sebagai Ahli di Dewan Pers ini.
“Reputasi yang baik dapat diperoleh, jika organisasi berhasil memenuhi atau melebihi ekspektasi stakeholder-nya. Karena reputasi adalah nilai citra dan kredibilitas yang diberikan publik dan merupakan asset tak berwujud, yang mencerminkan persepsi tindakan organisasi. Dan reputasi akan bertahan, jika konsistensinya perkataan dengan tindakan,” jelas Bagus, yang juga mantan Pemimpin Redaksi beberapa media sebelum terjun menjadi Dosen.
Strategi Digital
Implementasi transformasi Kehumasan di era digital, memang cukup berat. Paling tidak, terdapat 5 strategi Humas Digital menurut para ahli. Yakni, (1) Ubah strategi konten dari one to many menjadi many to many,
Melalui keterhubungan digital, (2) utamakan pesan pada connected consumer di semua kategori secara personalitas, (3) tunjukkan keaslian, keselarasan dan tanggungjawab sosial dengan yang diyakini konsumen, (4) permudah konsumen menemukan Anda, dimana pun mereka dengan Internet on Transmission (IoT), dan (5) KISS (Keep It Short and Simple) dengan membuat kalimat berita/siaran pers secara singkat dan sederhana.
Selain itu, terdapat pula 3 pilar Humas Digital yang harus ditegakkan. Pertama, dalam dunia tersaturasi oleh produksi konten, konten menarik adalah pilihan satu-satunya. Konten untuk brand/citra lembaga menuntut kreativitas.
Kedua, buat apa konten menarik, jika tidak ada yang melihat? SEO (Search Engine Optimization) bekerja untuk meningkatkan lalu lintas web dengan memperbaiki visibilitas mesin pencari. Dan terakhir (ketiga), melalui media sosial pada Humas digital dapat digunakan untuk mencapai target, mengembangkan audiens, ekspresikan brand dan membangun pengaruh.
“Untuk implementasi kehumasan tersebut, sangat diperlukan konstruksi digitalisasi Kehumasan. Humas sebagai organisasi harus melakukan trasformasi newsroom dengan konten/data yang terkonvergensi dan media yang multi platform secara digital.
Sumberdaya manusia yang dimiliki Humas haruslah mampu untuk digital native multitasking dan selalu update teknologi. Kesemuanya itu akan melahirkan prosumer dari media sosial seperti blogger, vlogger, influencer, youtuber, maupun buzzer yang dapat memberikan amplifikasi (penguatan) pada publik/stakeholder,” papar Bagus Sudarmanto secara lengkap mengakhiri presentasinya.
Sedangkan Kamsul di akhir presentasinya malah mengajukan pertanyaan, “Setelah memahami perkembangan teknologi dan platform media maupun fungsi Humas, apa yang akan dilakukan PNJ agar dapat melakukan branding kepada masyarakat secara langsung dan melalui berbagai jenis saluran media?
Apakah PNJ akan membangun berbagai platform media sosial untuk memudahkan interaksi yang cepat dengan masyarakat dan media lainnya?” pungkasnya beretorika.
Untuk menjawab, akhirnya kembali pada pernyataan Direktur. “PNJ akan mendorong Humas untuk concern kepada digitalisasi yang sekarang sudah tak dapat ditawar lagi. Begitu juga dengan Jurusan/Unit/Bagian lainnya, untuk selalu adaptif dan bersinergi dalam menghadapi perkembangan teknologi informasi digital yang kian menyeluruh,” tandas Dr.sc. H. Zainal Nur Arifin, Dipl-Ing, HTL, MT dalam sambutannya, yang sekaligus membuka acara FGD ini. (opa)