Jakarta, Situsenergi.com – Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) memberikan apresiasi dan mendukung penuh rencana pemberian hak cuti melahirkan selama 6 bulan, yang terdapat dalam Rancangan Undang Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak atau RUU KIA, yang saat ini sedang dilakukan pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Rencana penambahan hak cuti melahirkan menjadi 6 bulan adalah sebuah langkah maju dan berperikemanusiaan. Di banyak negara Eropa, pemberian hak cuti melahirkan untuk waktu yang lama, adalah hal yang sudah biasa,” kata Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat, SE, dalam keterangannya yang diterima Pewartasatu.com di Jakarta, Rabu (29/6/2022).
Bahkan, menurut dia, hak cuti melahirkan tersebut juga bisa dinikmati oleh pekerja pria yang istrinya melahirkan. Tidak ada sejarahnya perusahaan bangkrut hanya gara-gara memberikan hak cuti melahirkan yang cukup panjang kepada pekerjanya.
“Upah pekerja yang mengambil hak cuti melahirkan juga harus tetap dibayarkan secara penuh. Perusahaan tidak boleh menggunakan prinsip “no work no pay” terhadap pekerja yang mengambil hak cuti melahirkan. Komitmen perusahaan diperlukan sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan kepada pekerjanya. Sehingga setiap pekerja merasa dimanusiakan dan tidak dieksploitasi tenaganya,” papar Mirah Sumirat.
Hal lain yang menjadi perhatian ASPEK Indonesia, lanjut Murah, adalah bahwa ketentuan cuti melahirkan 6 bulan juga harus diberlakukan terhadap pekerja kontrak dan outsourcing.
“Jadi tidak boleh ada diskriminasi perlakuan terhadap pekerja, apapun status hubungan kerjanya. Tidak boleh ada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerja yang mengambil hak cuti melahirkan 6 bulan,” tukasnya.
Lebih jauh ia mengatakan, pemberian hak cuti melahirkan 6 bulan juga diyakini akan meningkatkan produktivitas perusahaan. Karena pekerja perempuan tersebut telah merasakan jaminan perlindungan kesehatan serta jaminan kepastian pekerjaan dan upah.
“Pemulihan kesehatan yang maksimal dan perasaan bahagia dari pekerja, akan membuat pekerja termotivasi untuk bekerja lebih produktif di perusahaan,” ungkap Mirah.
Mirah Sumirat juga menekankan kalangan pengusaha untuk tidak perlu merasa khawatir dengan penambahan hak cuti melahirkan menjadi 6 bulan. Walaupun tujuan perusahaan adalah untuk mendapatkan profit, namun penting juga bagi perusahaan untuk bisa memberikan perlindungan kesehatan yang terbaik bagi pekerjanya.
“Tidak ada perusahaan yang bangkrut gara-gara memberikan hak cuti melahirkan walaupun dengan tetap membayar upah,” ucap Mirah.
Terkait pembahasan RUU KIA, Mirah Sumirat meminta DPR RI untuk melibatkan stakeholder terkait, termasuk serikat pekerja, agar isi RUU KIA dapat menjawab kebutuhan sesuai dengan kondisi di lapangan. Ia juga mengingatkan Pemerintah untuk benar-benar memaksimalkan fungsi pengawasan jika aturan cuti melahirkan 6 bulan ini ditetapkan oleh UU KIA.(**)