Salah satu demo menolak pemberlakuan UU Cipta Kerja dari mahasiswa dari BEM Seluruh Indonesia Oktober 2022.//Foto: CNN Indonesia.
JAKARTA. Pewartasatu.com – Setelah sejumlah reaksi bahkan cemoohan dan tudingan bahwa pemerintah melakukan langkah culas dalam demokrasi, warganet juga ramai-ramai mengejek diterbitkannya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, sebagai jawaban atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Pemberlakuan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 membuahkan tertawaan dari akun @msaid_didu, Jumat malam (30/12).
” Hahaha putusan MK dijawab dengan Perppu – bukan perbaikan atau pembatalan UU. Dan @DPR_RI pun diam. Terserah kaulah,” demikian cuitan akun yang diketahui milik Muhammad Said Didu, mantan Sekertaris Menteri BUMN.
“Jika materi Perppu-nya sama seperti substansi materi UU yg dinyatakan Inkonstitusional oleh MK, maka Perppu inipun INKONSTITUSIONAL!,” demikian cuitan warganet lainnya, atas nama akun @blank0429, membalas cuitan akun @msaid_didu.
“Krn telah habis masa revisi yg diberikan MK maka otomatis kembali pd UU yg lama. Jadi tidak ada Kegentingan yg Memaksanya,” lanjut akun
@blank0429.
“UU tdk bs dibatalkan presiden Tp ada perpu sbg sarana politik utk ngoprek UU. Masalahnya perpu ciptaker dibangun dari material yg inkonstitusional dgn embel2 bersyarat. Jd perpunya pun inkonstitusional pulak,” demikian cuitan akun @midhangste, yang dimksudkan untuk membalas @msaid_didu dan @DPR_RI.
“Ahli/pakar tata negara segeralah bersuara dan bertindaknyata….,” demikian cuitan akun @AnavasSavana membalas akun @msaid_didu.
“Dimana darurat yang menjadi syarat keluarnya Perppu?”tanya akun @raden_perkasa4.
“RI darurat kebohongan, den,” demikian akun @OmAdi37190039 yang mnyertakan emoji tutup mulut. Akun ini ditujukan membalas @msaid_didu dan akun @raden_perkasa4.
Benny K Harman yang juga politisi Partai Demokrat da duduk di DPR RI, tak ketinggalan dalam mengkritisi langkah pemerintah mengeluarkan Perppu tentang Cipta Kerja ini.
“Langkah Presiden terbitkan Perpu Ciptaker merupakan constitutional hazard.Presiden memang berwenang buat Perpu namun bukan peraturan utk mengganti konstitusi yg demi sumpahnya harus dia taati.” cuitnya lewat akun @BennyHarmanID.
“Berbahaya utk kehidupan negara jika Perpu dipake utk mengubah konstitusi.#RakyatMonitor#” lanjut akun tersebut.
Menjawab Putusan MK
Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 itu dengan alasan, untuk menjawab putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Lebih jauh, sebagaimana diargumenkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, alasan Perppu diterbitkan yakni guna mengantisipasi ancaman resesi global, inflasi, hingga stagflasi yang menghantui Indonesia.
Dia juga berujar krisis geopolitik Rusia-Ukraina menjadi salah satu penyebab Jokowi menempuh jalan tersebut.
“Jadi kondisi krisis ini untuk emerging developing country menjadi sangat real, dan juga terkait geopolitik tentang Ukraina-Rusia dan konflik lain juga belum selesai dan pemerintah juga menghadapi, tentu semua negara menghadapi krisis pangan, energi, keuangan dan perubahan iklim,” ujar Airlangga.
Penerbitan Perppu ini dan argumen yang manjadi alasnya, ramai-ramai dikritik pakar hukum dan aktivis. Dikutip dari CNN (30/12) kritik dan komentar dilontaran pakar hukum tatanegara dari Andalas, Feri Amsari, Bivitri Susanti, Reflu Harun, dan Viktor Santoso Tandiasa yang juga
Koordinator Tim Kuasa Hukum Penggugat UU Ciptaker.
Feri Amsari pun menilai tindakan Jokowi menerbitkan Perppu adalah inkonstitusional. Pasalnya, UU Ciptaker telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK dan MK mengamanatkan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun hingga 25 November 2023.
“Ini jelas-jelas langkah inkonstitusional yang ditempuh oleh Presiden. Padahal, MK meminta perbaikan dua tahun UU tersebut,” ujar Feri kepada CNNIndonesia.
Pengajar dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti berpandangan Perppu Jokowi merupakan langkah culas dalam demokrasi. Dia menyebut Jokowi hanya ingin mengambil jalan pintas guna menghindari pembahasan politik dan kegaduhan publik.
“Ini langkah culas dalam demokrasi, pemerintah benar-benar membajak demokrasi,” kata Bivitri.
Viktor Santoso Tandiasa mengatakan MK dalam putusannya mengamanatkan agar pemerintah dan DPR memperbaiki prosedur pembentukan UU Cipta Kerja dan memaksimalkan partisipasi publik, bukan malah mengambil jalan pintas lewat penerbitan Perppu
“Penerbitan Perppu No. 2 Tahun 2022 yang mencabut UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja adalah bentuk perbuatan melanggar hukum dan pembangkangan terhadap konstitusi,” ujar Viktor.
“Dari namanya, Perppu itu haruslah bersifat ‘kegentingan yang memaksa’. Ini gentingnya di mana?” kata ahli hukum tata negara Refly Harun.
Masyarakat juga tak habis pikir dengan alasan dampak perang Rusia Ukraina. Sebab perang dua negara pecahan Uni Soviet itu dinilai tak relevan dengan Indonesia.
“Dampak perang Ukraina-Rusia dan ancaman inflasi dan stagflasi yang membayangi Indonesia adalah alasan yang mengada-ada dan tidak masuk akal dalam penerbitan Perppu ini,” ucap Isnur.
“Alasan kekosongan hukum juga alasan yang tidak berdasar dan justru menunjukkan inkonsistensi di mana pemerintah selalu mengklaim UU Cipta Kerja masih berlaku walau MK sudah menyatakan inkonstitusional bersyarat,” sambungnya.
Sebelumnya, melengkapi penjelasan Airlangga Hartarto, Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan bahwa status inkonstitusional bersyarat (UU Cipta Kerja) gugur saat pemerintah merevisi melalui undang-undang.
Dia lalu berujar, hukum Indonesia mengakui perppu sebagai peraturan hukum setingkat undang-undang.
Putusan Mahkamah Konstitusi
Mahkaham Konstitusi membacakan putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 dalam sidang putusan yang digelar pada Kamis (25/11/2021) siang. Dalam Amar Putusan yang dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman, MK mengabulkan untuk sebagian permohonan yang diajukan oleh Migrant CARE, Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatera Barat, Mahkamah Adat Minangkabau, serta Muchtar Said.
“Menyatakan pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan’.”
” Menyatakan UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini,” ucap Anwar.
Dalam putusan yang berjumlah 448 halaman tersebut, Mahkamah juga memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan diucapkan.
Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen.**