JAKARTA, PEWARTASATU.COM — Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Paramadina, Rezasyah tewasnya warga Indonesia berinisial LB yang menjadi sandera kelompok Abu Sayyaf, harus menjadi perhatian serius pemerintah.
Dia mengatakan, selama ini Indonesia, Malaysia dan Filipina sering melakukan patroli gabungan tetapi patroli tersebut berada hanya dilakukan di wilayah masing-masing. Ketiga negara itu hanya menentukan tanggal operasi.
Sudah saatnya ketiga negara itu mulai memikirkan kembali formula dan koordinasi dari patroli gabungan itu agar penculikan oleh kelompok Abu Sayyaf tidak terus berulang.
“Mestinya dikedepankan prinsip-prinsip kedaulatan nasional tetapi setidaknya ada kerjasama intelijen di atas itu. Perlu sharing information dari satelit masing-masing,” ujar Rezasyah.
Rezasyah juga menyarankan agar TNI Angkatan Laut bersinergi dengan nelayan-nelayan Indonesia kemudian menjadikan atau melatih mereka agar memiliki kesadaran intelijen seperti dapat membaca peta laut dan membaca pergerakan kspal-kapal yang normal dan tidak normal.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam jumpa pers secara virtual, beberapa waktu lalu menyampaikan kabar duka tewasnya warga Indonesia berinisial LB yang menjadi sandera kelompok Abu Sayyaf saat terjadi baku tembak dengan aparat keamanan Filipina di Kota Patikul, Provinsi Sulu, selatan Filipina.
“Kejadiannya pada pukul 08:00 waktu setempat hari ini. Jenazah telah diterbangkan dari Sulu ke Zamboanga dengan pesawat militer Filipina. Jenazah kemudian dibawa langsung ke rumah duka di Zamboanga,” kata Menteri Retno.
Menteri Retno menambahkan Kementerian Luar Negeri dan kantor perwakilan diplomatik Indonesia di Filipina akan terus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pihak berwenang di Filipina mengenai nasib empat sandera lainnya.
Menurutnya, militer Filipina telah berkomitmen untuk menemukan dan menyelamatkan empat warga Indonesia yang masih disekap oleh Abu Sayyaf.
LB termasuk dalam lima warga Indonesia diculik Abu Sayyaf awal tahun ini di perairan Lahad Datu, Malaysia, ketika sedang mencari ikan.
Kejadiannya bermula saat kapal tengah berlayar di perairan Lahad Datu pada Januari lalu. Di atas kapal pencari ikan ini terdapat delapan nelayan semuanya warga Indonesia. Ketika dicegat oleh milisi Abu Sayyaf, tiga orang dibebaskan dan ditinggalkan begitu saja di atas kapal, yakni Abdul Latif (37 tahun), Daeng Akbal (20 tahun), dan Pian bin Janiru (36 tahun).
Sedangkan lima nelayan Indonesia lainnya, yaitu Arsyad bin Dahlan (42 tahun) sebagai juragan, Arizal Kastamiran (29 tahun), La Baa atau LB yang meninggal hari ini (32 tahun), Riswanto bin Hayono (27 tahun), dan Edi bin Lawalopo (53 tahun) dibawa oleh kelompok Abu Sayyaf dan dijadikan sandera. (opa)