Featured Nasional

Ijtima Ulama MUI ke-7 Sepakati 12 Pokok Bahasan

Pewarta Satu — Ijtima Ulama ke-7 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang resmi ditutup, Kamis (11/10), menyepakati 12 poin bahasan.

Keduabelas bahasan tersebut yaitu makna jihad, makna khilafah dalam konteks NKRI, kriteria penodaan agama, tinjauan pajak bea cukai dan juga retribusi untuk kepentingan kemaslahatan, panduan pemilu dan pemilukada yang lebih bermaslahat bagi bangsa, dan distribusi lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan.

Selain itu, mengenai hukum pinjaman online, hukum transplantasi rahim, hukum cryptocurrency, penyaluran dana zakat dalam bentuk qardhun hasan, hukum zakat perusahaan, dan hukum zakat saham.

Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII dibuka oleh  Wakil Presiden KH Maruf Amin, Selasa (9/11)di Hotel Sultan, Jakarta.

Ijtima sebelumnya, yang keenam, berlangsung 2018 di Pondok Pesantren Al Falah, Banjarbaru, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Asrorun Niam yang juga ketua penyelenggara acara tersebut sebelumnya,Selasa (9/11) menyebutkan perhelatan ini bakal diikuti oleh 700 ulama fatwa se-Indonesia. Pemilihan tempat penyelenggaraan di hotel karena masa pandemi di mana diperlukan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

Asrorun Niam yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, sebagaimana disarikan laman mui.or.id Kamis (11/11) mengatakan, selama berjalanya Ijtima Ulama ketujuh ini terjadi permusyawaratan yang saling menguatkan dan mengokohkan. Hal ini lantaran menjadi wujud dari shillatul fikri (ketersambungan pemikiran) yang terjadi karena pertimbangan kemaslahatan.

‘’Perdebatan ide, gagasan yang justru menguatkan dan mengokohkan, serta meneguhkan ukhuwah dan juga kebersamaan di antara kita,’’ujarnya dalam sambutan penutupan Ijtima Ulama.

Kiai Asrorun Niam menambahkan, selama berjalannya musyawarah tidak didasarkan kepada kepentingan yang bersifat personal baik ananiah (egois), hizbiyyah (fanati sempit), dan lainnya. ‘’Ini hal yang patut kita syukuri bahwa musyawarah didasarkan kepada ide, ilmu, dan hikmah akan saling menguatkan dan mengokohkan,’’tambahnya.

Pimpinan Pondok Pesantren Al-Nahdlah ini mengungkapkan, kesepakatan sebagai bagian dari wujud komitmen untuk optimalisasi fatwa guna mengoptimalkan kemaslahatan bangsa.

‘’Musyawarah sudah kita lakukan, hasil-hasil telah kita sepakati, dengan hasil ini kita bertawakal kepada Allah mudah-mudahan ini bisa menjadi panduan di dalam mewujudkan baldatun, toyyobatun, dan warrobun ghafur,’’kata dia. (ram)

Leave a Comment