Aktual Ekonomi Featured Kesra

Pedagang Pasar Ciluar Bogor Teriak Soal PPKM

Illustrasi : Suasana pasar Ciluar di saat normal. (foto : ist)

BOGOR, Pewartasatu.com — Mang Kiman, pedagang di pasar Ciluar Bogor berharap PPKM level 3 yang mulai diberlakukan di seantero belahan daerah Jawa Barat, jangan sampai berimbas pada usaha mereka terutama pada bulan puasa nanti.

“Mau gimana lagi nih ? Tahun lalu kita udah susah berdagang, tahun ini lagi, mau makan apa orang rumah,” teriaknya kepada pewartasatu.com, Rabu (9/2).

Hal senada diungkapkan Mimi pedagang eceran yang sehari-harinya berjualan sayur mayur dan buah-buahan di kompleks perumahan Ciluar Permai.

Mimi mengatakan, jikalau pasar dibatasi penjualan dan waktu berjualan, akan sangat berimbas pada penjualan eceran karena tidak ada suplai. Dan jika dipaksakan untuk berdagang harganya pun akan naik karena suplai berkurang dari pasar.

Ternyata teriakan iu bukan hanya keluar dari pelaku perdagangan di pasar dan pedagang eceran tetapi juga dari pemilik usaha Warung Tegal (Warteg) menjerit lantaran omzet mereka beberapa bulan terakhir terus merosothingga 50 persen.

Terlebih lagi, adanya penerapan Pembatasan Pemberlakuan Kegiatan Masyarakat(PPKM) level 3 di Jabodetabek, Bandung Raya, Yogyakarta dan Bali.

PPKM level 3 dilakukan karena rendahnya pelacakan kasus covid-19 terutama varian omicron yang beberapa hari ini bertambah terus.

Sebagaimana diketahui Kementerian Dalam Negeri melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 9 Tahun 2022 terkait PPKM level 1 sampai 3 di wilayah Jawa dan Bali juga mengatur terkait pembatasan jam makan di warteg hingga restoran.

Jam buka diatur sampai pukul 21.00 waktu setempat. Kemudian, konsumen yang boleh makan di tempat atau dine in hanya diizinkan 60 persen. Masyarakat juga hanya diperbolehkan makan di tempat selama 1 jam.

Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni mengatakan, tidak perlu ada Inmendagri pun tingkat pengunjung Warteg sudah di bawah 50 persen lantaran sepi pembeli.

Mengenai aturan jam makan di tempat selama 1 jam, ucap Mukroni, bisa diterima oleh para pedagang Warteg. Namun, pembatasan jam buka sampai 21.00 yang mungkin banyak dilanggar.

“Alasannya, biasanya ketika siang sepi, banyak Warteg yang mengandalkan pelanggan jam malam. Di malam biasanya pelanggan sedikit jadi secara prokes malah justru diikuti dan dipatuhi,” tutur Mukroni.

“Kalau kaya begini terus, rakyat jadi susah ngikuti kebijakan pemerintah,” imbuhnya. (jimas)

Leave a Comment