Hukum

Indonesia Police Monitoring Minta Polisi Serius Tangani Penyekapan Karyawan PT Meratus

JAKARTA, Pewartasatu.com – Kasus dugaan penyekapan karyawan yang menyeret Dirut PT Meratus Line, SR sebagai tersangka dikabarkan berakhir di meja perdamaian. Namun, perdamaian tersebut kabarnya terkesan dipaksakan oleh pihak-pihak tertentu.

Keterpaksaan yang dimaksud dalam upaya perdamaian yang dilakukan di Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya itu karena adanya upaya pihak-pihak tertentu yang menekan pelapor agar mau melakukan perdamaian, sehingga status tersangka pada Dirut PT Meratus Line, bisa dicabut dan kasusnya dapat di SP3 alias dihentikan.

Hal ini sejalan dengan molornya pemeriksaan tersangka Dirut PT Meratus Line, SR, yang diduga merupakan strategi untuk mengulur waktu hingga bisa memaksakan upaya perdamaian.

Untuk itu, Direktur Eksekutif Indonesia Police Monitoring (IPM), Ferdinand Hutahean meminta kepada Kapolda Jawa Timur dan Kapolres Tanjung Perak Surabaya agar menangani perkara kasus penyekapan karyawan PT Meratus yang sekarang sedang diproses di Polres Tanjung Perak Surabaya secara serius, tidak main-main dan tidak memperlakukan para pelapor dengan tidak adil.

“Terkait kasus penyekapan karyawan PT Meratus yang sekarang sedang diproses di Polres Tanjung Perak Surabaya, kami meminta kepada Kapolda Jawa Timur dan Kapolres Tanjung Perak agar menanganinya secara serius,” kata Ferdinand dalam pesan singkatnya yang diterima di Jakarta, Kamis (01/9/2022).

Menurut Ferdinand, Dirut PT Meratus yang sudah ditetapkan sebagai tersangka mestinya segera dipanggil dan dijemput paksa jika tidak hadir. KUHAP mengatur bahwa tersangka kalau dipanggil sekali tidak datang maka harus dilayangkan panggilan kedua dan perintah penjemputan untuk menghadirkan ke hadapan penyidik.

“Artinya dia harus ditangkap paksa, jadi kita harap bahwa penegakan hukum harus berjalan dengan adil sesuai dengan KUHAP,” ujarnya.

Terkait kabar soal adanya proses perdamaian diantara kedua belah pihaknya pada dasarnya mendukungnya asalkan hal itu didasarkan oleh niat baik kedua belah pihak

“Perdamaian itu haus didasari oleh niat baik, tidak boleh ada unsur pemaksaan atau adanya intimidasi. Kalau ada intimidasi atau pemaksaan maka perdamaian itu tidak sah dan tidak bisa dianggap bagian dari restorative justice,” tegasnya.

“Dengan demikian kami meminta kepada Kapolda Jawa Timur dan Kapolres Tanjung Perak Surabaya agar tidak main-main dengan kasus yang melibatkan rakyat kecil seperti kasus ini,” sambungnya.

Apalagi, lanjut dia, institusi Polri saat ini sedang berjuang untuk mengembalikan citra baiknya, jadi jangan sampai ada lagi anggota di lapangan yang tidak mendukung upaya-upaya pengembalian nama baik Polri di tengah masyarakat.

“Sekali lagi, kami meminta agar Kapolda Jawa Timur dan Kapolres Tanjung Perak untuk serius memperhatikan kasus ini dan segera menuntaskannya sesuai dengan aturan-aturan hukum yang berlaku di negara kita,” pungkasnya.

Sebelumnya kuasa hukum MM, Fuad Abdullah menyebutkan kliennya seringkali mendapatkan teror dan intimidasi oleh orang-orang yang diduga suruhan perusahaan. Oleh karena itu, MM yang merupakan istri dari ES telah mengajukan permohonan perlindungan pada LPSK sejak satu minggu lalu, atau tepatnya pada 10 Agustus 2022.

“Dari keterangan ibu MM, ada orang-orang yang datang ke rumahnya, berteriak-teriak di depan rumah bahkan ada juga yang masuk dan memfoto-foto. Bahkan ada yang mengaku berasal dari PT Meratus Line dan mendatangi pengacaranya waktu itu, menekan agar laporannya ke polisi dicabut. Jika tidak mereka (PT Meratus) akan memenjarakan ibu MM,” kata Fuad beberapa waktu lalu.

Akibat teror-teror tersebut, MM mengaku kini kerap berpindah-pindah tempat untuk menghindari orang-orang yang mengintimidasinya. Dari satu rumah kontrakan menuju ke rumah kontrakan yang lainnya.

Fuad menambahkan, ancaman ini dianggap MM tidak main-main. Sebab, sang suami yang awalnya menjadi korban penyekapan oleh perusahaan tempatnya bekerja, kini harus meringkuk di Polda Jatim karena dilaporkan oleh PT Meratus Line dengan laporan melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan, serta pencucian uang sesuai dengan laporan polisi nomor LP/B/75.01/II/2022/SPKT/POLDA JAWA TIMUR, tertanggal 9 Februari 2022.

“Jadi, dua hari setelah ibu MM ini melaporkan Dirut perusahaan, PT Meratus Line lalu melaporkan suaminya ke Polda Jatim dengan pidana penipuan, penggelapan dan pencucian uang. Yang bersangkutan bahkan sudah dijebloskan ke penjara lebih dulu,” tegasnya.

Dijelaskannya, soal kecepatan polisi memproses laporan pidana ibu MM dengan PT Meratus Line juga dipersoalkannya. Sebab, MM melaporkan dugaan penyekapan pada 7 Februari dan polisi baru menetapkan tersangka Dirut PT Meratus Line pada 1 Agustus. Sedangkan Laporan yang dibuat PT Meratus Line ke Polda Jatim tertanggal 9 Februari, ES, sang suami langsung ditahan polisi.

“Jadi ada kesenjangan dalam penanganan polisi. Ini yang membuat ibu MM kuatir. Dirut PT Meratus Line yang dilaporkannya, ditangani secara lambat oleh polisi. Buktinya, 1 Agustus baru ditetapkan tersangka dan tidak ditahan pula. Sedangkan suami ibu MM yang dilaporkan oleh PT Meratus Line, dilaporkan 9 Februari langsung ditahan hingga kini,” pungkasnya.(**)

Leave a Comment