Aktual Featured Kesra

 Anak Berhak Dapatkan Perlindungan dari Seluruh Pihak

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar. (foto:Humas)

 

JAKARTA, Pewartasatu.com  – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam keras dugaan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah tiri di Manokwari, Papua Barat. Menurut Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, anak seharusnya mendapatkan pemenuhan hak, termasuk hak atas perlindungan dari seluruh pihak, terutama orang tuanya.

“Kami menyesalkan masih maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak di Indonesia, termasuk dugaan kasus yang terjadi di Manokwari.

Seperti yang kita ketahui, tidak sedikit kasus kekerasan seksual yang pelakunya merupakan orang terdekat korban, seperti keluarga, tenaga pendidik, maupun petugas yang berperan dalam perlindungan anak. Hal ini menunjukan kekerasan seksual dapat terjadi pada siapa pun, di mana pun, dan kapan pun,” ujar Nahar, di Jakarta.

Dalam kasus ini, terduga pelaku justru melaporkan ibu korban atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Ibu korban dan terduga pelaku masing-masing telah memiliki anak dari pernikahan sebelumnya.

Setelah ibu korban melaporkan dugaan pencabulan yang dialami oleh korban ke kepolisian, terduga pelaku pun menganiaya ibu korban. Dalam kejadian tersebut, ibu korban secara refleks melemparkan helm untuk melindungi diri, tetapi tanpa sengaja mengenai anak kandung terduga pelaku.

“Jika dilihat dari kasus ini, seharusnya pihak Aparat Penegak Hukum (APH) dapat mengutamakan penyelidikan terhadap dugaan kasus pencabulan yang dialami korban oleh ayah tirinya dibandingkan aduan dugaan KDRT karena apabila dilihat dari kronologis yang dilaporkan, pencabulan tersebut telah dilakukan oleh terduga pelaku sejak 2018,” tutur Nahar.

Nahar pun mendorong APH untuk menuntaskan dugaan kasus tersebut secara cepat, tepat, dan mengedepankan kepentingan terbaik bagi korban. “Apabila dugaan kasus pencabulan tersebut terbukti, KemenPPPA meminta APH untuk memberikan hukuman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Nahar.

Nahar menyebutkan pelaku dapat dikenai sanksi pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun penjara sesuai Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak.

Selain itu, menurutnya, peraturan terkait perlindungan anak juga mengatur penambahan hukuman bagi pelaku yang seharusnya menjadi pelindung anak, yaitu penambahan 1/3 dari ancaman pidana yang didakwakan. Tidak hanya itu, Pemerintah Indonesia juga telah mengatur pemberian tindakan kebiri kimia untuk pelaku kekerasan seksual terhadap anak sebagai upaya rehabilitasi.

Lebih lanjut, Nahar menjelaskan pihaknya terus melakukan sosialisasi dan pelatihan untuk mengedukasi masyarakat akan pentingnya perlindungan anak sebagai upaya untuk menurunkan angka kekerasan seksual terhadap anak. Namun demikian, upaya tersebut harus diiringi dengan semangat dari orang terdekat dan tenaga kependidikan untuk membantu mewujudkan perlindungan terhadap anak.

“Apabila seluruh pihak berkomitmen untuk menjalankan tugasnya masing-masing dengan tujuan untuk mencapai perlindungan anak di Indonesia, ini akan menjadi upaya bersama dalam menurunkan kasus kekerasan terhadap anak. Mari kita bergandengan tangan untuk wujudkan perlindungan anak yang lebih baik lagi,” ujar Nahar.

Dalam kasus ini, Nahar mengapresiasi korban dan ibunya yang berani melaporkan kasus kekerasan seksual yang dialaminya.

KemenPPPA mengajak masyarakat yang mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk melapor ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), antara lain ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian. “Masyarakat juga dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08111-129-129,” pungkas Nahar.(**)

Leave a Comment