Irjen Pol Ferdy Sambo dan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.//Foto: https://www.tvonenews.com
POSJAKUT– Advokat dan pakar hukum pidana Dr.Muhammad Taufiq SH, MH, mengingatkan, penuntasan kasus terbunuhya Brigadir J oleh sesama anggota polisi mempertaruhkan kepercayaan masyarakat kepada aparat kepolisian.
Bagaimana mungkin masyarakat bisa memperoleh keadilan, kalau seorang aggota polisi sendiri — orang dekatnya Kadiv Propam — tak bisa memperoleh keadilan.
“Orang akan semakin tak percaya, bahwa apa yang mau dibuat itu, masyarakat menuduh itu bagian dari skenario untuk menutupi, mengelabui. Dan itu sangat tidak bagus,” kata staf pengajar Fakultas Hukum Unissula, Semarang itu melalui channel youtubenya “MT& Partner” yang dikutip Jumat malam (15/7).
Taufiq mengomentari sampai saat ini penonaktifan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo belum diputuskan Mabes Polri.
Dia menyarankan Kapolri segera membebaskan tugaskan Kepala Divisi Propam Polri . Sebab divisi ini adalah sebagai “polisinya polisi”.
“Alangkah tidak obyektifnya, alangkah susahnya nanti melakukan proses penyelidikan dan penyidikan (kasus terbunuhnya Brigadir J) kalau Kadiv Propam yang nota bene terlibat di dalamnya tidak dinonaktifkan lebih dulu,”ujar Muhammad Taufiq.
Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia (AAPI) ini mengemukakan alasannya menyebut Kadiv Propam terlibat dalam kasus ini, karena jelas-jelas kasus ini melibatkan istrinya, supir pribadinya, dan melibatkan pengawalnya.
”Jadi yang bersangkutan harus dinonaktifkan lebih dulu dari jabatannya biar pemeriksaannya obyektif,” tandas Taufik.
Menyangkut jabatan Kadiv Propam ini, apakah Irjen Pol Ferdy Sambo dicopot atau dibebas tugaskan atau tidak, masih sekadar sebuah spekulasi di media.
Taufig mengingatkan, penuntasan kasus ini mempertaruhkan kepercayaan masyarakat kepada aparat kepolisian.
Bagaimana mungkin masyarakat bisa memperoleh keadilan, kalau seorang aggota polisi sendiri, orang dekatnya Kadiv Propam, tak bisa memperoleh keadilan.
Kemudian , lanjut Taufiq, kasus ini dari aspek pidananya sangat janggal. Pertama, tentang tidak terdapatnya CCTV.
“Jadi di setiap kejadian yang melibatkan polisi, dan ini kontroversial, selalu CCTV hilang atau mati?” Kata Taufiq dengan nada tanya.
Kajanggalan lain, kenapa ketika Irjen Pol Ferdy Sambo disebut menjalani PCR (tes Covid -19), sang ajudannya bisa stay atau tinggal di rumah seperti itu?
Dia mengingatkan, kalau berlandaskan Peraturan Kapolri No.1/Tahun 2009 tentang kepemilikan senjata, pangkat Bharada (?) tak berwenang memiliki senjata organik.
Biasanya, lanjut Taufiq, senjatanya laras panjang dan itu digunakan hanya pada pola-pola pengamanan. “Ini meninggalkan sebuah pertanyaan besar, keraguan,” kata Taufiq lagi.
Karena itu, supaya masyarakat percaya kepada polisi, dan masyarakat juga berharap agar orang awam juga memperoleh keadilan, Taufiq mengatakan alangkah baiknya supaya kasus ini tidak ditutup tutupi, segera dibongkar saja semuanya.
Dia mengatakan saat ini polisi menjadi sorotan. Polisi sekarang menjadi penguasa tunggal tertib sipil. Karenanya, kepercayaannya, profesionalismenya, terutama reputasinya, tentu akan ditunggu.
“Dan itu hanya bisa dilakukan kalau ilmu pengetahuan, kejujuran, diterapkan dalam proses penyidikan tewasnya Brigadir Pol Novriyansah Yosua Hutabarat,” demikian Taufiq. ***