JAKARTA, Pewartasatu.com– Legislator dari Dapil I Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), H Johan Rosihan ST mengatakan, Pemerintah pimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menunjukkan ketidakberpihakan kepada para peternak lokal.
Bukti ketidakberpihakan itu, jelas anggota Komisi IV DPR RI membidangi Pertanian, Perikanan, Kehutan dan Lingkungan Hidup (LH) ini, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) beberapa waktu lalu telah menjamin ketersediaan hewan kurban dalam kondisi aman jelang Hari Raya Idul Adha 1442 Hijriah atau 2021.
Namun, sangat disayangkan mendekati pelaksanaan Hari Raya Qurban ini, sapi impor yang sebagian besar jenis Limosin Simental membanjiri pasar ternak di berbagai daerah di tanah air. “Harusnya pasokan hewan lokal harus diprioritaskan untuk kebutuhan qurban di seluruh wilayah Indonesia,” kata Johan menjawab Pewartasatu.com, Jumat (16/7) malam.
Apalagi, papar anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI ini, penurunan pemotongan hewan kurban akibat pandemi virus Corona (Covid-19) yang melanda dunia temasuk Indonesia harus disikapi Pemerintahan Jokowi dengan memajukan petenak lokal agar tetap eksis, bukan dengan meningkatkan impor sapi.
Kenaikan impor sapi sepanjang semester pertama tahun ini 41,87 persen dan hal itu patut disayangkan dan harus ditolak oleh seluruh elementalis bangsa karena akan mematikan kondisi peternak lokal.
“Pemenuhan sapi qurban harus berasal dari dalam negeri. Kita tidak pernah bosan untuk menolak kebijakan impor sebagai bentuk pembelaan terhadap kondisi peternak lokal pada masa pandemi ini,” ungkap Johan yang memang dekat dengan petani maupun peternak ini.
Kebijakan impor sapi yang terus meningkat setiap tahun apalagi menjelang Idul Adha dipastikan sebagai kebijakan yang salah kaprah, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor daging sapi year on year naik 51,03 persen.
“Langkah itu sangat disesalkan karena sampai hari ini Pemerintah tidak memiliki ‘political will’ yang kuat untuk memajukan industri peternakan lokal berbasis pemberdayaan peternak.
Demi kedaulatan pangan, lanjut Johan, Pemerintahan Jokowi harus menghentikan impor sapi saat ini karena potensi Indonesia untuk swasembada daging sangat besar dan industri peternakan lokal mesti ditata secara profesional agar tidak selalu bergantung dengan impor.
Pada masa pandemi harus dijadikan Pemerintahan Jokowi sebagai momentum membangkitkan ekonomi peternak lokal di tengah kelesuan ekonomi karena sektor peternakan dapat berfungsi membangkitkan pertumbuhan ekonomi bagi negara dan dapat menyerap tenaga kerja jika dijadikan prioritas pembangunan pada masa pandemi ini.
Seperti dineritakan, BPS mencatat Juni 2021, Indonesia telah melakukan impor sapi ternak yang nilainya mencapai 55 juta AS atau setara dengan Rp 797,5 miliar (kurs Rp 14.500/US$).
“Selama Juni 2021 ini untuk impor ternak jenis lembu tercatat 55 juta atau naik 14,56 persen jika dibandingkan Mei lalu,” jelas Kepala BPS, Margo Yuwono dalam konferensi pers, Kamis (15/7).
Margo mengatakan, Indonesia selain melakukan impor sapi ternak, diketahui juga melakukan impor daging sapi yang nilainya mencapai 64,9 juta AS atau setara Rp 941 miliar. Impor daging sapi itu naik 4,71 persen jika dibandingkan dengan realisasi impor daging sapi Mei 2021.
Secara tahunan, impor sapi ternak memang mengalami kenaikan yang signifikan 41,87 persen dibandingkan realisasi impor pada Mei 2021. Impor daging sapi naik 51,03 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
“Jadi, untuk impor ternak jenis lembu secara year on year (tahunan) naik 41,87 persen dan impor daging lembu year on year naik 51,03 persen,” jelas Margo. (fandy)