Nasional

Dirjen Dukcapil Kemendagri: Hindari Fenomena Bisnis Digital NFT

Jakarta, Pewartasatu.com

Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta seluruh masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih pihak-pihak yang dapat dipercaya dalam memberikan verifikasi dan validasi terhadap dokumen kependudukan berisi informasi diri.

Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrullah
dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (16/1/2022).

Ia mengingatkan bahaya mengunggah swafoto bersama dengan kartu tanda penduduk elektronik atau KTP-el terkait fenomena bisnis digital Non-Fungible Token (NFT).

“Oleh karena itu edukasi kepada seluruh masyarakat untuk tidak mudah menampilkan data diri dan pribadi di media online apa pun sangat perlu dilakukan,” katanya.

Zudan menegaskan, pihak yang melakukan tindak kejahatan mendistribusikan dokumen kependudukan, termasuk diri sendiri akan dikenai ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000.

“Ini sudah diamanatkan dalam Pasal 96 dan Pasal 96a Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan,” ungkaonya.

Sebagai informasi, NFT merupakan produk digital yang dapat dijual dan dibeli menggunakan teknologi blockchain. NFT memiliki fungsi seperti sertifikat digital yang menunjukkan kepemilikan atau otoritas terhadap suatu karya seni.

NFT dapat diperjualbelikan di pasar daring atau market place OpenSea, yang pertama kali didirikan oleh Devin Finzer dan Alex Atallah pada Maret 2020.

Zudan mengungkapkan bahwa penjualan dan pengunggahan foto dokumen kependudukan tersebut sangat rentan terhadap tindak kejahatan.

“Menjual foto dokumen kependudukan dan melakukan foto selfie dengan dokumen KTP-el di sampingnya itu sangat rentan dengan adanya tindakan fraud atau penipuan atau kejahatan oleh ‘pemulung data’,” tegaskan.

Lebih jauh ia mengatakan, dengan mengunggah foto dokumen kependudukan berisi informasi data diri tersebut, dapat dengan mudah digunakan pelaku tindak kejahatan.

“Karena data kependudukan itu dapat dijual kembali di pasar underground atau digunakan dalam transaksi ekonomi online, misalnya seperti pinjol (pinjaman online),” pungkasnya.(Arif)

Leave a Comment