Aktual Featured Hukum Politik

Dunia Pengadilan Tercemar, Prabowo Harus Bersihkan Dunia Peradilan dari Kasus Suap

ketua Umum FPPN yang juga lawyer Dhio Suharmunastri. (Foto: Ist).

 

 

 

JAKARTA, Pewartasatu.com – Dunia pengadilan kita saat ini benar benar sudah sangat tercemar dengan diumumkannya penangkapan para hakim oleh Kejaksaan Agung

Dengan adanya penangkapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ,Itu membuktikan ada penyanderaan di ranah hukum dan keadilan di Indonesia.

Presiden Prabowo sebagai Kepala Negara tidak bisa tinggal diam , melainkan harus buktikan kepada rakyat dengan menindak tegas bersihkan dunia peradilan dari kasus suap.

“Ini harus jadi kewajiban Prabowo selalu kepala negara untuk membenahi semua .Jika dia cinta kepada Indonesia dan NKRI Prabowo mempunyai kesempatan untuk membuktikan pada bangsa bahwa dia tidak hanya omon-omon saja.” papar Ketua Umum FPPN yang juga lawyer Dhio Suharmunastri.

Pengamat Hukum yang juga Pengacara senior Dhio Suharmunastri menanggapi penangkapan tiga hakim PN Jakpus dan Ketua PN Jaksel mengatakan, ini benar-benar menampar wajah peradilan dan pengadilan kita.

” Lembaga tempat mencari keadilan tercemar oleh perbuatan ternoda para penegak keadilan sendiri,”ujar wanita yang aktif membela rakyat korban PIK-2 dan Aguan itu.

Suapnya tidak main-main menyangkut dana yang sangat besar, lebih dari Rp 60 Milyar. Jika suapnya saja sebesar itu tentunya dana yang dikorupsi dalam kasus CPO itu lebih besar lagi.

“Ini tidak bisa dimaklumi dilihat dari segi mana pun. Para hakim itu telah melakukan perbuatan tercela. Mereka harus dihukum seberat beratnya, sebagai hamba hukum seharusnya menyelamatkan wibawa hukum malah berbuat hina dina menghancurkan hukum,” kata Mbak Dhio, panggilan akrabnya.

Yang lebih menyedihkan dan memprihatinkan, katanya, yang melakukan pekerjaan hina itu adalah para hakim. Mereka mempunyai pekerjaan mulia, penegak keadilan yang mewakili Tuhan di bumi. “Ulah mereka itu sudah mencederai keadilan karena justru disalahgunakan untuk melakukan korupsi.

Pekerjaan sebenarnya adalah penegak keadilan dan kewibawaan negara malah justeru menjadi mafia perkara, sebagai penerima suap dari koruptor kakap.”

Mereka diduga menerima uang demi menjatuhkan vonis lepas terhadap korporasi yang menjadi terdakwa dalam perkara tersebut. Adapun putusan ontslag tersebut dijatuhkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Jakarta Pusat pada Selasa (19/4) oleh Hakim Ketua Djuyamto (DJU) bersama dengan hakim anggota Ali Muhtarom (AM) dan Agam Syarief Baharudin (ASB).

Menurut keterangan resmi Kejagung, Membagikan Uang Suap tiga Hakim Pemberi Vonis Lepas Kasus CPO, awalnya diserahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, dalam beberapa tahap yang keseluruhan mencapai Rp 60 Miliar. Kemudian uang haram itu dibagi-bagikan dengan cara yang sama di mana masing-masing mendapatkan bagian seperti yang sudah dijanjikan dan disepakati.

Dari semua ini, menurut Dhio, moral hukum dan keadilan telah disandera oleh oligarki, dan ini terlihat dalam kasus minyak goreng dan CPO, di mana terjadi penyelewengan hukum yang dilakukan majelis hakim yang menyidangkannya. Ini dibuktikan dengan penangkapan ketua Pengadilan Negeri jakarta Selatan dan kawan kawan.

Ini membuktikan lembaga yudikatif tidak mampu menjalankan amanah Undang Undang Kekuasaan Kehakiman. Bahkan juga  membuktikan, Undang Undang Dasar 45 yang diamandemen tidak mampu menjaga marwah keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia sebagaimana yang ada dalam pembukaan UUD 45.

Semua ini terjadi, tambahnya, disebabkan kedaulatan rakyat disandera oleh partai politik dan oligarki, sehingga kekuasaan baik eksekutif, yudikatif maupun legislatif diatur sepenuhnya dengan telanjang dan tanpa malu-malu oleh kekuatan uang. Dengan demikian, tidaklah heran pengadilan, hakim, dan penegak hukum kalah dengan kekuatan uang.

Baru akan selesai jika ada kontrol dari kedaulatan rakyat, dengan mengembalikannya kepada UUD 45 asli sebagaimana yang diputuskan 18 Agustus 1945.(***)

Leave a Comment