JAKARTA, Pewartasatu.com– Legislator Dapil I Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di Komisi DPR RI, H Johan Rosihan ST merespon banyak polemik dari kebijakan impor hortikultura yang banyak dilakukan pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sehingga berdampak merugikan produk lokal.
Karena itu, ungkap wakil rakyat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut, Pemerintahan Jokowi perlu segera membuka secara transparan, sebab terjadi dugaan pungutan liar (pungli) dan ‘permainan’ kuota impor hortikultura yang dilakukan pengambil kebijakan dengan para importir.
Hal itu diungkapkan Johan pada saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPR RI Bersama Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian di Ruang Rapat Komisi IV Gedung Nusantara Komplek Parlemen Senayan, Jakarta pekan ini.
Dikatakan, saat ini total Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari semua negara importir 2020 tercatat 2.707.572 ton, dengan total pengajuan terbesar kepada negara China 1.252.596 ton.
Itu artinya, kata Johan, posisi impor Indonesia dari China ini hampir 50 persen dari total negara dengan pelaku usaha 187 pemegang RIPH. Berdasarkan situasi tersebut, Johan mendesak Pemerintah segera membuat roadmap strategic peningkatan kualitas produk lokal supaya mempunyai daya saing dan masyarakat kita sebagai konsumen bisa memiliki kecintaan terhadap produk yang diproduksi petani lokal serta impor tidak boleh terus naik dan tidak tergantung dengan satu negara.
Wakil rakyat dari Pulau Sumbawa ini juga mendesak agar pemerintah membuat roadmap strategic untuk menghilangkan ketergantungan impor hortikultura dan membangun kemandirian pangan berbasis produk dalam negeri.
“Kita harus membangun paradigma kemandirian dan bukan hanya mementingkan paradigma kepentingan bisnis dalam hal tata Kelola hortikultura ini karena negara kita adalah pusat pasar yang potensial untuk semua produk hortukultura,” papar Johan.
Lebih jauh, Johan juga mendesak Pemerintahan Jokowi untuk bersikap tegas dan memberi sanksi kepada setiap perusahaan importir yang tidak melaksanakan kewajiban tanamnya terutama untuk komoditi bawang putih.
Dari Evaluasi RIPH ditemukan banyak perusahaan tidak melaksanakan realisasi wajib tanam bawang putih. Contohnya tahun ini, realisasi wajib tanam hanya 1.699 hektar dari total target wajib tanam 6.038 hektar. “Saya menghimbau agar Badan Karantina Kementan selalu memperkuat adanya sistem penjaminan mutu impor hortikultura agar tercipta food security (keamanan pangan) secara nasional.”
Pada sisi lain, Johan juga mengingatkan Pemerintah Jokowi untuk memprioritaskan produk hortikultura yang dihasilkan petani lokal agar memiliki nilai tambah dan daya saing tinggi. Berdasarkan data BPS, impor sayur-sayuran sejak 2019 terus meningkat yang bernilai setara Rp 11,3 triliun. Pada sisi lain, hasil panen petani dihargai sangat rendah di pasaran.
“Kebijakan tersebut terbukti merugikan petani lokal dan melemahkan pengembangan produk. Karena itu, Indonesia sebagai negara agraris, harus memiliki paradigma kemandirian pangan untuk kesejahteraan petani lokal dan bukan hanya beorientasi kepentingan bisnis Pertanian yang merugikan petani,” demikian H Johan Rosihan ST. (fandy)