JAKARTA, Pewartasatu.com — Prihatin atas dugaan Pelanggaran HAM pada Proyek Strategis Nasional Pantai Indah Kapuk 2 (PSN PIK-2) sebuah gerakan yang menamakan diri sebagai Forum Penyelamat Kedaulatan Rakyat (FPKR) bersurat kepada Presiden Prabowo dengan meminta agar proyek itu dihentikan.
Kenapa harus dihentikan ? Penghentian itu harus segera dilakukan saja karena menurut FPKR, proyek tersebut tidak berguna bagi kepentingan rakyat, kata Ketua Umum FPKR Dhio Suharmunastrie (3/12/2024)
“Jumat lalu terkirim. Saya sendiri yang menandatanganinya bersama Sekjen Edy Mulyadibeserta beberapa anggota Presidium antara lain Sudrajat Maslahat, Julia Satari, Mila Baabad, M Syahyan, Dessy Narulita, Herlinda, M Nur Saman, Eka Jaya dan Jusuf Blegur”, kata Dhio.
Surat FPKR itu berkiblat pada Dialog Kebangsaan yang digelar di Al-Jazeerah Menteng pada awal November lalu dan hasil kunjungan tim untuk melihat langsung kondisi lapangan di PIK-2.
“Atas dasar keprihatinan itulah kami berkirim surar kepada Pak Prabowo. Sebab menurut kami, hanya beliau selaku Presiden yang bisa menghentikan Keppres yang sebelumnya ditandatangani oleh Jokowi beberapa bulan sebelum lengser,” tegasnya.
Aktivis yang juga berprofesi sebagai Lawyer itu menambahkan, dalam surat itu FPKR menegaskan bahwa PIK-2 ditetapkan melalui konspirasi jahat oligarki dengan penguasa yakni mantan Presiden Jokowi dengan bos Agung Sedayu Aguan Kusuma.
Oleh sebab itu Karena itu, dalam pandangan FPKR, PSN itu tidak diperuntukkan bagi rakyat dan untuk kesejahteraan rakyat banyak, tetapi justru merupakan proyek perumahan yang lebih menguntungkan pengembang. Sementara rakyat kecil.menjadi termarjinalkan.
“Proyek PIK-2 juga memperlebar kesenjangan sosial dan mengundang kerawanan sosial. Penguasaan bibir pantai dan laut yang begitu panjang puluhan kilometer dan luas seakan akan hendak membangun negara di dalam negara.”
Jadi, tambahnya, Proyek PIK-2 tak lebih dari pada proyek swasta yang diberi lebel Proyek Strategis Nasional, kata Dhio.
Keras dugaan, dengan menyandang status PSN, pengembang PIK-2 telah menjalankan proyek sesuka hati, kebal hukum dan amoral dengan tujuan utama meraup keuntungan sebesar besarnya dengan biaya seminimal mungkin dan target cepat tercapai.
FPKR mensinyalir, proyek PSN PIK-2 mendapat dukungan penuh Aparat kepolisian, TNI, ASN, satpol PP termasuk kawanan preman, juga pejabat pemerintah mulai dari tingkat Gubernur sampai Camat.
Miris. lanjut Dhio, lembaga pengawasan seperti DPRD kabupatan/kota, DPRD provinsi dan DPR pusat, termasuk sejumlah partai pun bungkam atas praktik brutal dan biadab proyek PIK-2.
Secara terang-terangan, pengembang PIK-2 terus melakukan ekspansi pembebasan tanah menuju wilayah utara Pantai utara Banten.
Nafsu mereka diduga ingin menguasai wilayah dengan bentangan 100 km ke arah Merak, suatu areal yang cukup panjang dan luas sehingga sulit untuk dikontrol jika terjadi tindak krinimal disana seperti penyelundupan orang dan barang.
Di sisi lain telah terjadi penindasan terhadap rakyat kecil yang melanggar amanat konstitusi UUD 1945 tentang HAM.
Hak-hak tersebut termaktub dalam mempertahankan hidup dan kehidupan (pasal 28A), memenuhi kebutuhan dasar (pasal 28C), jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan sama di hadapan hukum (pasal 28D), memilih tempat tinggal dan berpendapat (pasal 28E).
Pelanggaran lain adalah terhadap perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda, serta rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan (pasal 28G), mendapat perlakuan adil; hak milik pribadi tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang (pasal 28H), hak hidup, tidak disiksa, diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan bebas perlakuan diskriminatif (pasal 28I).
Karena itu FPKR menilai, PSN PIK-2 adalah contoh konkrit State-Corporate Crime (SCC), kejahatan zolim sistemik yang melibatkan pemerintah dan swasta (perusahaan).
“Presiden Prabowo harus menyerap dan memperhatikan aspirasi rakyat, yaitu membatalkan PSN PIK-2 itu dan memproses hukum kepada yang terlibat dalam kejahatan di sana,” demikian Dhio Suharmunastrie. (regas/**)