Opini

G20 dan Peluang Transformasi Penyelenggaraan Kehutanan

Indonesia menjadi sorotan dunia paling tidak selama dua hari yaitu tanggal 15-16 November 2022. Pada tanggal tersebut berlangsung Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara-negara anggota G20 di Bali. Tiga agenda strategis  yang menjadi perbincangan hangat di KTT G20 ketika itu yakni digital transformation (transformasi digital), health architecture (arsitektur kesehatan) dan energy transition (transisi energi). Ketiga agenda ini semua bersinggungan dengan penyelenggaraan sektor kehutanan Indonesia.

Pasca presidensi Indonesia di G20, sektor kehutanan berpeluang mentransformasikan kebijakan yang berkaitan dengan kontribusi penerimaannya yang hanya mampu menyokong kurang dari 1% bagi pendapatan nasional. Dengan luas sebaran hutan kurang lebih 66% dari luas daratan Indonesia, besaran kontribusi tersebut masih sangat kecil.

Transformasi Digital
Hutan hujan tropika Indonesia dengan luas terbesar ketiga di dunia memerlukan lompatan inovasi dalam pengelolaannya. Dengan luas kurang lebih 120 juta hektar, maka diperlukan pendekatan digital untuk dapat menjangkau detail sebaran hutan dalam menyiasati keterbatasan sumber daya manusia untuk pengelolaannya.

Realitas menunjukkan dominasi sebaran hutan pada kebanyakan remote area, maka digitalisasi pengelolaan hutan menjadi penting dan strategis. Salah satu kelemahan pengelolaan hutan yang harus dibenahi adalah dalam hal penyelenggaraan pengawasan. Cakupan luasan hutan tidak sebanding dengan ketersediaan sumber daya manusia untuk melakukan pengawasan.

Digitalisasi pengelolaan hutan saat ini masih didominasi aktivitas yang berkaitan dengan pengendalian dan penanganan kebakaran hutan. Sementara untuk penyelenggaraan permudaan dan rehabilitasi hutan serta pemanenan hasil hutan belum banyak tersentuh digitalisasi. Kemampuan pengendalian untuk tetap menjaga eksistensi dan kelestarian sumber daya hutan akan berdampak pada perolehan finansial melalui skema program REDD-plus (Reduction Emission from Deforestation and land Degradation-plus).

Arsitektur Kesehatan
Karunia Tuhan kepada Indonesia berupa hutan hujan tropika memberikan berkah yang harus dikelola secara optimal. Hutan Indonesia ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman berkhasiat obat. Badan POM mencatat pada beberapa tahun lalu sudah ada 283 spesies tanaman obat terdaftar, dimana 180 jenis diantaranya berasal dari hutan tropika. Sementara itu terdapat kurang lebih 30.000 jenis flora yang dijumpai di seluruh persada tanah air Indonesia, dimana 940 jenis diantaranya berkhasiat obat sebagai potensi yang menunggu untuk digarap.

Selama pandemi Covid-19, berbagai upaya kesehatan dilakukan untuk mencegah serta mengobati orang yang terpapar covid-19. Tanaman berkhasiat obat juga diimplementasikan untuk membumikan filosofi kesehatan preventif yang dapat dianalogikan sebagai upaya meningkatkan kebugaran sehingga dapat mencegah timbulnya berbagai macam penyakit, termasuk yang berstatus pandemi.

Salah satu komoditi hasil hutan yang memperoleh perhatian diantaranya penggunaan minyak kayu putih untuk menghalau virus. Selain sebagai komoditi hasil hutan bukan kayu berupa minyak, kayu putih juga masih menyimpan berbagai varian produk yang masih bisa digali dan dikembangkan.

Revitalisasi pemanfaatan hasil hutan bukan kayu sebagai bahan obat menyimpan potensi bisnis miliaran rupiah di tengah paradigma kesehatan yang semakin berorientasi pada pengobatan berbasis herbal. WHO memperkirakan permintaan tanaman obat dunia akan mencapai 5 triliun US dollar pada tahun 2050.

Sementara itu realitas yang ada menunjukkan masih lebih dari 90% bahan baku obat yang digunakan oleh industri farmasi untuk memproduksi obat masih diimpor. Melalui pemanfaatan tanaman berkhasiat obat secara optimal diharapkan menjadi langkah strategis menyokong ketahanan kesehatan nasional.

Transisi Energi
Transisi energi lebih spesifik menyangkut penghentian bertahap operasionalisasi pembangkit listrik berbahan bakar batubara. Degradasi lingkungan yang ditimbulkan oleh eksploitasi batubara sangat masif. Selain pembabatan vegetasi penutup lahan hutan, kerusakan top soil, pencemaran air, sampai dengan pada saat dijadikan bahan bakar pembangkit listrik juga masih menghasilkan debu yang mencemari udara.

Manfaat ganda bisa diperoleh dari implementasi program transisi energi ini. Pertama, laju kerusakan hutan akibat penambangan batubara secara ekstraktif dapat diminimalkan. Sebagai konpensasinya, Indonesia akan menerima kucuran green fund sekitar 20 miliar US dollar. Kedua, promosi penggunaan energi yang bersumber dari hutan seperti energi panas bumi, energi biomassa dengan bahan bakar yang berasal dari pelet kayu hasil budidaya seperti kalianra merah, dan lain-lain.

Begitu pula dengan beberapa jenis tanaman diantaranya  kemiri sunan yang melalui pemanfaatan buahnya dapat diolah menjadi bahan bakar biosolar (renewable energy). Disamping itu benefit lebih yang bisa dikontribusikan oleh kemiri sunan yaitu memiliki kemampuan menyerap karbon yang tinggi sehingga berpeluang menghasilkan penerimaan melalui mekanisme perdagangan karbon (carbon trade).

Oleh: Dr.Ir. Ishak Tan, M.Si
Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti; Alumni Diktanas Lemhanas

Leave a Comment