Hakim, JPU dan Penasihat Hukum Datangi TKP Pembunuhan Brigadir J

Terdakwa Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi  saat akan menjalani sidang di PN Jaksel, Selasa (3/1).//Foto: Dok/CNN

JAKARTA. Pewartasatu.com — Jaksa penuntut umum (JPU), majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan Penasihat hukum (PH) seluruh terdakwa perkara pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, berencana meninjau tempat kejadian perkara (TKP), Rabu (4/1).

Diketahui, TKP dalam perkara pembunuhan Brigadir J adalah rumah dinas di Kompleks Polri Duren Tiga dan rumah pribadi di kawasan Saguling, Jakarta Selatan.

“Pertama kita ke Saguling hanya melihat karena JPU sudah melihat pada rekonstruksi. Kita melihat ke sana tanpa hadirnya terdakwa, kemudian ke Duren Tiga,” ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023).

Rencana peninjauan tersebut merupakan permintaan dari tim penasihat hukum terdakwa. Namun Hakim Wahyu meminta untuk tidak mengikutsertakan terdakwa dan saksi karena kehadirannya sama dengan pembuktian.

Sementara pembuktian hanya dilakukan di ruang sidang.

“Kepentingan dari pemeriksaan di persidangan ini adalah kita cuma menginginkan gambaran situasi dan kondisi lokasi yang ada di sana. Sementara kita enggak membutuhkan pembuktian. Pembuktian hanya di persidangan ini. Jadi tidak ada pembuktian sama sekali di sana,” jelas Hakim Wahyu.

Terkait rencana mendatangi TKP ini, tim JPU sempat melontarkan kekhawatirannya dan meminta kesepakat para pihak agar di TKP tidak terjadi saling tunjuk dan saling men-judge

Saat di persidangan,Selasa (3/1/23) JPU khawatir jika di TKP nanti hal-hal yang saling tunjuk atau lainnya, sehingga JPU menginginkan adanya kesepakatan untuk tidak melakukan hal tersebut.

“Sebelum kita ke sana, saya ingin ada kesepakatan di sana tidak ada saling menunjukkan, menjudge atau apa gitu. Karena penasihat hukum arahnya ke situ,” ujar jaksa.

Menjawab kekhawatiran JPU, PH terdakwa Ferdy Sambo, Arman Hanis berseloroh akan menyiapkan kopi untuk peninjauan besok.

Sementara itu, dalam persidangan yang menghadirkan ahli meringankan untuk Ferdy Sambo, pakar pidana dan kriminologi dari Unhas Makassar,

Said Karim, menilai kemarahan terdakwa Sambo atas peristiwa pelecehan seksual terhadap istrinya Putri Candrawathi pasti dilakukan laki-laki normal.

Hal tersebut disampaikan Said ketika menjelaskan perihal perlunya waktu dan ketenangan dari seorang pelaku pidana jika ingin melakukan pembunuhan berencana.

“Dalam kasus ini yang menjadi pertanyaan adalah bahwa bagaimana mungkin saudara terdakwa FS ini bisa berada dalam keadaan tenang ketika dia mendapatkan pemberitahuan dari istrinya, bahwa istrinya baru saja mengalami tindakan pemerkosaan,” ujar Said.

Sehingga, Said menyebutkan bahwa laki-laki normal di dunia pasti akan marah ketika mendengar kabar kalau istrinya diperkosa.

“Semua laki-laki normal di dunia ini kalau mendengar kabar istrinya diperkosa, saya yakin dan percaya dia pasti marah kecuali dia tidak normal,” ucap Said.

Lebih lanjut, Said menambahkan bahwa kemarahan tersebut sebagai bagian dari mempertahankan harkat dan martabat.

“Tapi kalau dia normal pasti mendidih darahnya itu memuncak kemarahannya itu, karena itu adalah harkat dan martabat harus dipertahankan,” jelas Said.**

Sumber: PMJNews

Brilliansyah: