Indonesia Darurat Gempa, Jubir Milenia PKB: Tingkatkan Kewaspadaan

JAKARTA, Pewartasatu.com – BMKG mencatat telah terjadi 5 kali gempa selama seminggu terakhir. Terakhir kali gempa terjadi di Sukabumi dengan magnitudo 5,8 pada Kamis (8/12/2022) sekitar pukul 07.50 WIB. Gempa tersebut tepatnya berlokasi di 39 km barat daya Kota Sukabumi. Pusat gempa berada di kedalaman 128 kilometer

Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengatakan gempa dipicu lempeng Indo-Australia yang berbeda dengan gempa Cianjur. UjiGempa Cianjur yang merusak termasuk gempa kerak dangkal.

Meskipun berbeda dengan gempa Cianjur, namun warga yang tinggal di pengungsian Desa Mangunkerta, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat sempat panik saat gempa. Wilayah DKI Jakarta juga merasakan gempa.

Menyikapi hal ini, Juru Bicara Milenia DPP PKB, Michael B Sinaga meminta seluruh pihak untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap terjadinya bencana alam. Ia meminta pemerintah dan para pemangku kepentingan lain waspada terhadap potensi bencana ini.

“Semua pihak harus bersiap menghadapi terjangan bencana hidrometeorologi akibat tingginya curah hujan tahunan 2023 yang diperkirakan melebihi rata-rata atau melebihi batas normalnya di sebagian wilayah Indonesia,” papar Michael.

Dalam hal ini, kata dia, pemerintah dan para pemangku kepentingan jangan seperti pemadam kebakaran yang datang ke lokasi setelah bencana alam terjadi. Seharusnya, Pemerintah melakukan mitigasi bencana di seluruh daerah yang memiliki potensi bencana alam.

“Di tengah cuaca ekstrem saat ini, informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) harus betul-betul diperhatikan. Negara harus hadir bagi masyarakat terdampak bencana,” ujarnya.

Selain itu, menurut Michael, pemerintah dan pemangku kepentingan juga harus sering menggelar simulasi menghadapi bencana gempa bumi di daerah rawan. Simulasi bencana itu dilakukan agar warga sekolah siap apabila sewaktu-waktu terjadi gempa bumi

“Setelah dilakukan simulasi bencana, masing-masing wilayah dapat membentuk satuan tugas (satgas) bencana. Dengan begitu, langkah-langkah yang harus dilakukan warga ketika terjadi bencana dapat dilakukan dengan maksimal,” tukasnya.

Lebih jauh ia mengatakan, bahwa jika merujuk pada bencana gempa Cianjur, maka ini menunjukkan betapa lemahnya sistem mitigasi bencana di Indonesia.

“Bencana merupakan salah satu ancaman bernegara. Sehingga perlu suatu desain persiapan, analisis, dan prediksi. Indonesia harus mempunyai peta kebencanaan yang sudah diprediksi karena ada terjadi lempeng benua yang bergerak,” tandasnya.

Pihaknya juga berharap, agar melalui tindakan mitigasi maka kerusakan dan kerugian pasca bencana dapat diminimalisir. Indonesia dapat mencontoh Jepang yang memiliki Otoritas Mitigasi Bencana sigap dalam melakukan edukasi yang panjang untuk menyikapi bencana.

Selain itu, lanjut dia, institusi-institusi di bidang mitigasi bencana itu harus tersentralisasi sehingga bisa melakukan mitigasi. Gempa Cianjur menjadi pelajaran bagaimana BMKG, BNPB, PVMBG masih tumpang tindih tupoksi dan tidak melaksanakan tupoksinya dengan baik

Pihaknya juga mendorong para pembuat kebijakan terutama di kota-kota besar untuk lebih memperketat izin bangunan terutama terkait ketahanan gempa. Pasalnya, gempa di Indonesia kebanyakan memakan korban jiwa karena tertimpa bangunan, ini sangat disesalkan dan bisa dicegah apabila pemerintah serius.

“Kita harus siap seperti Jepang dimana gempa sangat sering terjadi. Bagaimana bila iitu terjadi pada Indonesia? Kita harus mempersiapkan diri dari sekarang, apalagi DKI Jakarta sudah mulai terdampak, dan akibatnya bisa fatal kalau dibiarkan begini saja. Jangan sampai menyesal di kemudian hari karena terlambat bertindak,” pungkasnya.(s)

 

syarif: