JAKARTA, Pewartasatu.com – Kasus penyekapan terhadap salah seorang karyawan Meratus Line, Edi Setyawan yang diduga dilakukan atau melibatkan Dirut PT Meratus Line Slamet Raharjo, yang dirandani oleh Polres Tanjung Perak atas laporan istri korban Mlati Muruani pada Februari 2022 yang saat ini sudah naik tingkat penyidikan harus segera diselesaikan dan diajukan ke Jaksa Penuntut Umum. Namun, hingga saat ini Dirut PT Meratus Line yang telah dipanggil secara patut pada tanggal 16 Agustus 2022 belum memenuhi panggilan dengan alasan yang tidak jelas.
“Untuk itu kami mendesak dan mendukung agar Polres Tanjung Perak segera memanggil paksa Tersangka,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Police Monitoring, Ferdinand Hutahaean di Jakarta, Kamis (25/8/2022).
Menurut Ferdinand, apa yang dilakukan oleh tersangka ini merupakan bentuk pelecehan terhadap proses penegakan hukum. “Penyidik mestinya berpegang pada KUHAP, bila tersangka tidak hadir sesuai jadwal maka segera menerbitkan panggilan kedua dengan perintah penangkapan atau jemput paksa,” tukasnya.
Masih menurut Ferdinand, kasus penyekapan ini harus segera diselesaikan oleh penyidik Polres Tanjung Perak. Jangan sampai rakyat merasakan ketidak adilan dalam hal ini, terlebih sekarang Polri sedang bekerja keras mengembalikan kepercayaan masyakat.
“Sekali lagi kami mendesak dan mendukung Polres Tanjung Perak untuk segera menjemput paksa tersangka. Jangan biarkan hukum dilecehkan oleh tersangka. Sesuai pasal yang disangkakan, maka tersangka wajib dijemput paksa dan ditahan,” tutup Ferdinand.
Sebelumnya, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya Ajun Komisaris Polisi Arief Wicaksana menegaskan bahwa pihaknya memberi waktu selama dua pekan kepada tersangka Slamet Rahardjo untuk memenuhi panggilan penyidik guna diperiksa sebagai tersangka perkara penyekapan.
Menurut dia, batas waktu selama dua pekan itu sesuai dengan janji tersangka Slamet Rahardjo setelah dilayangkan surat panggilan pertama.
“Sejak ditetapkan sebagai tersangka, surat pemanggilan pertama kami layangkan pada 16 Agustus lalu. Beliau sudah mengonfirmasi untuk minta penundaan selama dua minggu untuk datang,” katanya seperti dikutip Antaranews.com, Rabu.
Arief menyebutkan, bahwa sesuai prosedur penyidik menghormati permintaan penundaan yang diajukan tersangka. “Kami tunggu sampai dua minggu sejak pemanggilan pertama 16 Agustus. Kalau tidak datang maka kami akan layangkan surat pemanggilan yang kedua,” ujarnya.
Ia memastikan akan dilakukan pemanggilan paksa setelah dikirim surat pemanggilan ketiga, jika pada pemanggilan kedua tersangka Slamet Rahardjo tetap mangkir.
Arief menjelaskan Dirut Meratus Slamet Rahardjo ditetapkan sebagai tersangka setelah diperoleh petunjuk dari sejumlah alat bukti yang didapat di tempat kejadian perkara, selain berdasarkan keterangan saksi-saksi.
Tersangka Slamet Rahardjo diduga melakukan tindak pidana merampas kemerdekaan seseorang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 333 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Dikonfirmasi terpisah, pakar hukum pidana I Wayan Titib Sulaksana menjelaskan ancaman hukuman dari Pasal 333 KUHP di atas lima tahun penjara.
“Maka penyidik seharusnya melakukan penahanan terhadap tersangka yang sudah merampas kebebasan seseorang,” tuturnya.
Mengenai perkara ini, dosen Universitas Airlangga Surabaya itu membaca pemberitaan bahwa tersangka melakukan intimidasi terhadap keluarga korban.
“Kok seenaknya gitu, leluasa melakukan intimidasi tapi tidak ditahan,” ujar Wayan yang mengaku cuma bisa mengimbau agar polisi harus kembali ke tugas pokoknya, yakni melindungi dan mengayomi masyarakat sesuai undang-undang.(**)