JAKARTA, Pewartasatu.com – Ekonomi sirkular dinilai bukan semata-mata soal pengelolaan limbah dan sampah, tetapi pengelolaan proses produksi yang efisien dengan fokus pada upaya 3R (Reduce, Recycle, Reuse) yang secara otomatis bisa mengurangi penggunaan material yang berasal dari alam.
Penilaian disampaikan Wakil Ketua Umum Kadin Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani di Jakarta, seperti dikutip Sabtu (16/9/2022).
“Tentu saja ini bisa menjadi benefit (manfaat) tersendiri bagi sektor bisnis, seperti peningkatan produksi barang yang bisa didaur ulang, penurunan impor bahan baku-termasuk produk daur ulang impor penghematan bahan baku hingga menciptakan lapangan kerja baru,” katanya.
Manfaat lainnya, lanjut Ketua B20 itu, yakni kontribusinya pada pengurangan emisi gas buang hingga penggunaan air, pengurangan beban bumi dengan konsumsi material dan energi dengan maksimalisasi sumber daya alam berulang kali hingga akhir siklus hidupnya.
“Dengan demikian, komitmen atas ekonomi sirkular secara langsung akan berkorelasi pada upaya pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia di mana Indonesia menargetkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pada tahun 2030 di angka 29 persen,” paparnya.
Ia juga menilai akses finansial dan teknologi masih sangat dibutuhkan agar mampu mendukung akselerasi penerapan ekonomi sirkular.
“Sejumlah tantangan masih mengemuka bagi sektor bisnis untuk melakukan transisi seperti akses finansial dan teknologi yang dibutuhkan bagi pengembangan teknologi hijau yang mampu mendukung akselerasi percepatan ekonomi sirkular,” katanya.
Padahal, lanjut dia, transformasi menuju ekonomi sirkular akan membawa banyak dampak positif, baik bagi lingkungan serta pertumbuhan berbagai sektor pembangunan di masa depan Indonesia.
Shinta pun mengusulkan beberapa insentif yang bisa diberikan pemerintah untuk bisa mempercepat penerapan ekonomi sirkular.
Di sektor infrastruktur bangunan, misalnya, perlu ada insentif untuk mempromosikan efisiensi energi untuk program yang mendukung energi terbarukan, efisiensi energi, bangunan hijau, dan pariwisata hijau. “Pemerintah juga dapat mempertimbangkan izin jalur cepat untuk bangunan hijau,” imbuhnya.
Selanjutnya, untuk mendukung pengelolaan limbah dan sampah plastik, diperlukan insentif untuk meningkatkan pengelolaan sampah, misal untuk pengumpulan (collection), teknologi atau proses pemilahan sampah dari sumbernya.
Ia juga mengusulkan adanya insentif bagi pelaku usaha yang mau beralih ke kemasan layak daur ulang untuk mendorong recycling rate (tingkat daur ulang) dan reuse (penggunaan ulang) pada kerangka tanggung jawab produsen yang diperluas (EPR), contohnya dalam pemanfaatan atau pengembangan teknologi pengolahan daur ulang plastik PET.
“Juga insentif untuk bisnis yang mengurangi sampah plastik yang tidak bernilai ekonomis seperti plastik kemasan multilayer (berlapis),” kata Shinta.
Sementara itu, di sektor elektronik, pemerintah perlu memberikan insentif bagi konsumen atau produsen yang menggunakan kembali atau memperbaiki produk.
Hal itu bisa dilakukan untuk mendorong atau mengurangi penimbunan produk usang atau rusak di rumah, yaitu dengan memberikan insentif untuk program penarikan kembali (take back program).
“Cirkularity untuk sektor pangan yaitu adanya insentif untuk penanganan sampah makanan, misal dalam pemanfaatan teknologi dan mendorong program foodbank,” pungkas Shinta.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut bahwa penerapan sistem ekonomi sirkular dapat membawa manfaat besar bagi perekonomian Indonesia, termasuk bagi pendapatan domestik bruto atau PDB.
“Potensi ekonomi sirkular sangatlah besar. Di Indonesia sendiri, pendekatan sirkular dapat menghasilkan tambahan keseluruhan PDB sebesar Rp 593.638 triliun,” kata Airlangga.
Menurutnya, ekonomi sirkular merupakan sistem ekonomi yang melibatkan strategi seperti rancangan yang inovatif, memperbaharui, meningkatkan dan mendaur ulang sampah dalam rantai pasok guna menjaga nilai produk komponen, dan bahan-bahan untuk waktu yang lama.
“Bagi Indonesia, selain terhadap PDB, penerapan ekonomi sirkular juga dapat mengurangi sampah di masing-masing sektor sebesar 18-52 persen dan mengurangi emisi CO2 sebesar 126 juta ton, serta penggunaan air sebesar 6,3 miliar meter kubik,” tukasnya.
“Selain itu, 4,4 juta pekerjaan net kumulatif juga dapat tercipta, berbarengan dengan penyimpanan rumah tangga tahunan (annual household savings) sebesar hampir 9 persen dari anggaran mereka, yakni sebesar 4,9 juta per tahun, pada 2030,” tutup Airlanggaa.(**)