KPK Ungkap Dugaan Suap Oknum Pajak, Anis: Ini Lahirkan Gayus Jilid II

JAKARTA, Pewartasatu.com– Politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Komisi XI DPR RI, Dr Hj Anis Byarwati meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

Permintaan itu disampaikan Anis dalam keterangan pers yang diterima awak media, Selasa (30/3) siang, terkait dengan dugaan suap oknum di Dirjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berdasarkan pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata.

Kasus ini, kata politisi yang juga ekonom itu, bakal melahirkan Gayus jilid II karena penerimaannya mencapai puluhan miliar rupiah. Padahal, dalam berbagai kesempatan, Sri Mulyani mengatakan, dia sudah punya program pencegahan pemberantasan korupsi. Seperti membangun Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani. Dan, Whistle Blowing System (WISE).

Menanggapi kasus ini, Anis menyampaikan pandangannya. Dikatakan Anis, dibutuhkan kesadaran dalam membayar pajak. Karena kesadaran ini dapat memunculkan sikap patuh, taat dan disiplin wajib pajak. “Lunasi Pajak Awasi Penggunaannya, jangan hanya slogan. Harus dibuktikan pajak menjadi pendapatan utama negara yang diperuntukkan dan dikelola dengan transparan dan akuntabel untuk kepentingan masyarakat.”

Ketua bidang Ekonomi&Keuangan DPP PKS ini mengatakan, Pemerintah dalam hal ini Kemenkeu di mana DJP bernaung, harus bisa memberikan kemudahan baik sistem, IT, SDM, pelayanan dan kenyamanan. “Sehingga tidak ada lagi istilah membayar pajak itu sulit dan berbelit,” ungkap dia.
Mengingat Wajib Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Penambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) berbeda karakter Wajib Pajaknya. Kemudahan ini harus terus ditingkatkan. Karena system berpengaruh terhadap karakter Wajib Pajak dimana PBB dalam penghitungannya masih menganut sistem official assessment, sedangkan yang non PBB sudah menganut self assessment.

“Mengingat self assessment ini, Wajib Pajak menghitung, menyetorkan dan melaporkan pajak yang terutang dilakukan mandiri oleh wajib pajak. Jangan sampai wajib pajak kesulit memenuhi kewajibannya,” papar Anis.

Anis yang Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini mengingatkan agar Law Enforcement sebagai penegakan hukum yang benar harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Menurut dia, ini penting untuk memberikan deterrent effect yang efektif sehingga meningkatkan kesadaran dan kepedulian sukarela wajib pajak.

Terkait celah korupsi yang diduga karena ada metode pemeriksaan pajak yang dibagi menjadi pemeriksaan lapangan dan kantor. Pemeriksaan lapangan, pemeriksa pajak cukup menyatakan wajib pajak sedang diperiksa atas dugaan pembayaran pajak kurang dari yang seharusnya. Dengan sendirinya, wajib pajak berada pada posisi yang terintimadasi.

Kondisi ini yang menyebabkan wajib pajak sering tergiur untuk melakukan negosiasi tidak halal dengan pemeriksa pajak. Namun, Doktor Ekonomi Islam ini menegaskan, prasangka negatif kepada aparat perpajakan harus digantikan dengan prasangka positif. Prasangka negatif bisa menyebabkan wajib pajak defensif dan tertutup.

Mereka cenderung menahan informasi, tidak kooperatif dan berusaha memperkecil nilai pajak yang dikenakan pada mereka dengan memberikan informasi sesedikit mungkin. “Kita harus membangun kepercayaan masyarakat terhadap pajak. Dan inilah PR besar kita, apalagi dengan kasus ini karena masyarakat pernah trauma dengan kasus ‘Gayus’,” ungkap Anis.

Anis menyampaikan komitmen mengawal kasus ini sampai terungkap. Kasus ini akan menjadi evaluasi bagi DJP dan Kemenkeu untuk melakukan pembenahan. Dan, seandainya berkaitan dengan UU maka harus segera dibahas bersama antara Pemerintah dengan DPR.

“Kita semua sangat berharap penegakan hukum atas kasus ini dapat transparan sehingga tidak akan kembali mencederai kepercayaan wajib pajak kepada otoritas pajak atau sebaliknya,” demikian Dr Hj Anis Byarwati. (fandy)

akhir Rasyid Tanjung: