Featured Hukum

Makin Serakah, Korupsi BTS Kominfo Rugikan Negara Rp8,32 T, Hitungan BPKP

Jaksa Agung ST Burhanuddin menggelar jumpa pers terkait penyidikan kasus korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G//merdeka.com

JAKARTA. Pewartasatu.com — Pihak Kejaksaan Agung menerima hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berkenaan kasus dugaan korupsi Base Transceiver Station (BTS) Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020-2022.

Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengklaim bahwa pihaknya telah melakukan kajian dan telah memeperoleh bukti yang cukup terkait kerugian negara kasus BTS Kominfo.

Berdasarkan hasil audit BPKP terungkap, kerugian negara yang disebabkan kasus BTS Kominfo lebih dari Rp8,32 triliun.

“Kami menyimpulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp8,32 triliun,” ungkap Yusuf Ateh di Kejagung, Jakarta dikutip dari Portal Metro Jaya News (PMJNews), Senin (15/5/2023)

Masih dari penuturan Yusuf, kerugian negara kasus BTS Kominfo ini berasal dari tiga sumber yang ada.

Pertama, biaya penyusunan kajian pendukung tower BTS. Kedua, adanya mark-up biaya bahan baku pembangunan BTS. Ketiga, biaya pembangunan tower BTS.

“Saat ini penyidikan telah selesai dan kami akan serahkan tahap duanya kepada Direktur Penuntutan dan selanjutnya segera akan kami limpahkan ke pengadilan,” kata Jaksa Agung Burhanuddin saat konferensi pers, Senin (15/5).

Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan lima tersangka dalam kasus korupsi BTS 4G Bakti Kominfo.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana menyampaikan bahwa penetapan tersangka terbaru dilakukan pada Senin (6/2/2023) lalu. Dia adalah Irwan Hermawan (IH) selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy.

Empat tersangka lainnya adalah Mukti Ali (MA) selaku Account Director PT Huawei Tech Investment, Anang Achmad Latif selaku Direktur Utama BAKTI Kominfo, Galumbang Menak S  Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, dan Yohan Suryato (YS) Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Tahun 2020.

Anang Achmad Latif dijerat karena diduga sengaja mengeluarkan peraturan yang telah diatur sedemikian rupa untuk menutup peluang para calon peserta lain sehingga tidak terwujud persaingan usaha yang sehat serta kompetitif dalam mendapatkan harga penawaran.**

 

 

Leave a Comment