Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando EMaS. (Foto : Ist)
JAKARTA, Pewartasatu.com — Kepengurusan DPD Partai Demokrat Provinsi DKI Jakarta baru saja dilantik oleh AHY. Namun ternyata dari kepengurusan DPD tercatat dua nama yang pernah menjadi terpidana kasus korupsi.
Direktur Rumah Politik Indonesia, Fernando EMaS, dalam ketenagannya kepada Pewartasatu.com menyebutkan apapun alasannya, menempatkan mantan narapidana korupsi dalam kepengurusan DPD Partai Demokrat DKI Jakarta sangatlah tidak tepat dan pasti akan memberikan penilaian negatif terhadap Partai Demokrat.
“Masyarakat akan melihat bahwa Partai Demokrat tidak berpihak pada pemberantasan korupsi,” tandasnya.
Dia menambahkan apalagi ditopang dengan sejarah pada saat SBY menjabat sebagai Presiden, beberapa kader Partai Demokrat terlibat dalam kasus korupsi.
Jangan sampai masyarakat akan beranggapan bahwa Partai Demokrat tempat berkumpulnya para mantan terpidana korupsi atas keputusan DPP PD pimpinan AHY yang membiarkan dan bahkan melantik dua mantan narapidana korupsi dalam kepengurusan DPD PD Provinsi DKI yang dipimpin oleh Mujiyono.
Komitmen AHY sebagai Ketum Partai Demokrat terhadap pencegahan dan pemberantasan korupsi patut dipertanyakan dengan membiarkan orang yang pernah merugikan keuangan negara masuk dalam kepengurusan partai yang ia pimpin saat ini.
Dengan melibatkan orang yang pernah tersangkut hukum karena korupsi dalam kepengurusan PD membuktikan lemahnya kepemimpinan AHY saat ini, apalagi untuk membesarkan PD pada pemilu 2024 yang akan datang.
Tanggapan serupa juga dikemukakan Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah yang mengatakan keberadaan dua orang mantan terpidana koruptor tersebut akan merugikan partai.
“Ini akan menjadi hal buruk bagi Demokrat, dan harusnya hal-hal seperti ini bisa dihindari. Karena kalau tidak, bukan tidak mungkin suara partai akan semakin terjun seperti pemilu tahun 2019 lalu,” kata Trubus.
Dia menyarankan agar PD menanyakan kepada konstituen dan pengurus perihal keberadaan dua pengurus yang merupakan mantan terpidana korupsi.
“Kalau memang merugikan, maka DPP dan DPD harus mengambil langkah tegas dengan melakukan pergantian,” tandasnya. (jimas)