Mess Cenderawasih Papua di Jakarta Memiliki Nilai Historia

Frans Maniagasi. (Foto: Ist)

 

JAKARTA, Pewartasatu.com – Mess Cenderawasih di Jalan KH Mas Mansur Tanah Abang Jakarta Pusat dan  beberapa mess di Kepu Selatan, Kali Baru dan Tanah Tinggi, yang berlokasi di Jakarta Pusat, memiliki nilai historis politik yang tak dapat dipisahkan dengan proses penyatuan Irian Barat ( Irian jaya) atau Papua dengan NKRI.

“Oleh karena itu menurut Pengamat politik Papua, Frans Maniagasi,
Pengamat masalah Papua, melalui releasenya,Mess Cenderawasih dan mess – mess lain itu pasca penyatuan Irian Barat bahkan oleh Presiden RI Ir Soekarno atas nama Negara”, tegas Frans Maniagasi, melalui releasenya, (24/10/2022)

Jadi kalau hari ini ada upaya Pemerintah Provinsi Papua untuk menggusur mess dan dialih Fungsikan menjadi lokasi bisnis oleh investor yang akan memanfaatkan lahan tersebut maka sebaiknya dipikirkan dan dipertimbangkan nilai – nilai historis politiknya itu.

Artinya menggusur tempat yang memiliki nilai sejarah perjuangan sebagai bagian dari Pembebasan Irian Barat semata – mata karena kepentingan kapitalisme untuk memperoleh keuntungan dan dishering kepada Pemda Provinsi Papua guna menambah kas daerah, maka tanpa disadari juga atas
nama Negara telah menggusur nilai – nilai perjuangan dan kebangsaan, pada dimensi seperti itu

Maka penggusuran mess Cenderawasih di Tanah Abang perlu menjadi pemikiran dan pertimbangan kita bersama terutama pihak – pihak terkait.

Hal ini ditunjukkan dengan prasasti yang menandai peresmian mess Cenderawasih dengan kata – kata, Dipersembahkan kehadapan Rakyat Indonesia yang berasal dari Irian Barat, oleh Sekretariat koordinator Urusan Irian Barat Wakil Perdana Menteri Sutjipto ( Jakarta, 17 September 1964).

Perlu diketahui bahwa Sekretariat Bersama Urusan Irian Barat ( Sekber) yang saat itu berkantor sekarang yang dijadikan ibu Megawati Soekarnoputri sebagai Kantor DPP PDIP dijalan Diponegoro Menteng Jakarta Pusat.

Tugas dan fungsi dari Sekber Irian Barat pada masa itu adalah menyeleksi setiap orang yang akan bertugas ke Papua melalui proses seleksi dan skrening yang selektif dan ketat.

Orang – orang yang didatangkan dari luar Papua selain sesuai kebutuhan dan tapi juga memiliki profesionalisme dan berintegratas i untuk bekerja dan melayani di Papua.

Tenaga – tenaga kerja itu seperti guru, pegawai negeri, dokter, perawat, dan banyak lagi tenaga
– tenaga sukarelawan yang benar – benar hendak bekerja dan mengabdi di Papua.

Sebaliknya mess mess yang dihibahkan oleh Presiden Soekarno tidak hanya diperuntukkan untuk para pejuang tapi juga orang orang Papua yang ditempatkan bekerja dikantor – kantor kementerian termasuk para pemuda dan
pelajar yang memperoleh tugas belajar di Jakarta dan dikota – kota studi lain di Jawa.

Jadi pemerintahan Presiden Soekarno menanamkan dan menumbuhkan rasa kebangsaan dalam rangka nation building ke Indonesiaan baik bagi Orang – orang Papua maupun masyarakat Indonesia terhadap Papua atau Irian Barat pada awal integrasi.

Dalam konteks itu diawal penyatuan Papua – Presiden Soekarno dan Pemerintahannya benar –benar menunjukan niat dan perhatian yang serius dan sungguh – sungguh kepada Orang Papua, terlepas dari ada yang berpendapat lain dalam merespons politik Soekarno.

Jadi mess Cenderawasih itu dapat dilihat dari dua perspektif yaitu simbolik sebagai lambang
yang tak hanya dipandang semata – mata dari aspek fisik dan asset bangunannya yang hari ini hendak transaksionalkan dan dikomersialkan oleh Pemerintah Provinsi Papua dalam rangka upaya menambah pundi pundi kas daerah (APBD) saja.

Tapi dari perspektif substantifnya bahwa mess itu merupakan “wadah” yang disediakan dan
difasilitasi oleh Negara sebagai sarana membangun masyarakat Papua dalam suatu nation building –negara bangsa – Indonesia dalam wadah Negara Republik Indonesia.

Dalam perspektif kebangsaan
seperti itu maka kepentingan pragmatisme dan transaksional mess Cenderawasih hari – hari ini yang akan diikomersialkan mesti menjadi pertimbangan. pemerintah Provinsi Papua mesti membuka ruang dialog

“Oleh karena itu eloknya jika Pemerintah Provinsi Papua yang hendak menjual asset mess
Cenderawasih ini penting membuka ruang – ruang dialog dengan penghuni mess dan sakaligus memberikan win – win solusi bagi penghuninya yang nota bene adalah masyarakat Papua sendiri.

Sehingga para penghuni mess yang telah mendiami mess ini turun temurun sudah tiga generasi itu juga ada kedamaian dan ada jaminan tempat tinggal yang layak dan memadai.

Calon investor misalnya dapay menbangun pembangunan Rumah susun atau perumahan yang layak huni. Pemda Provinsi Papua kedepankanlah cara – cara dialog yang bermartabat. Mengutamakan– prinsip kemanusiaa tidak hanya memprioritaskan transaksi dan tujuan meraup keuntungan, tapi juga untuk menambah pendapatan daerah.

Tunjukan bahwa Pemda Provinsi Papua mampu menyelesaikan permasalahan rumah tangganya sendiri dengan masyarakatnya tanpa menggunakan cara – cara ancaman dann kekerasan. Apalagi kasus ini berada di pusat ibu kota negara Jakarta.

Perlu kita ingat bahwa mess Cenderawasih dan mess lainnya adalah asset Negara. Pemda Provinsi Papua mesti arif terhadap masyarakatnya sendiri. “Saya berkeyakinan jika Pemuda

Provinsi Papua dapat berdialog dan memberikan win – wing solusi maka penghuni mess pun pasti
menerima dengan legowo dan disertai kompensasi yang memadai pun mereka akan menerima dengan
penuh syukur,” papar Frans.

$aya hanya mengingatkan jangan karena kepentingan pragmatisme, komersialisasi dan ingin menambah dana dikas daerah Pemda Provinsi Papua mengorbankan rakyatnya ( penghuni mess) sendiri,”pungkas Frans.(**)

Maulina Lestari: