Aktual Featured Opini Politik

Mungkinkah Hukuman Mati Sebagai Solusi Terbaik Pencegahan Korupsi

Aswan Bayan (Foto : Ist)

Oleh : Aswan Bayan, Pemred pewartasatu.com

 

Kasus korupsi kepala daerah awal tahun 2022 menjadi problem serius bangsa indonesia setelah tiga operasi tangkap tangan terhadap kepala daerah (Bupati dan Walikota) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Operasi tangkap tangan oleh KPK terhadap tiga kepala daerah pada Januari 2022 adalah Rahmat Efendi Wali Kota Bekasi Propinsi Jawa Barat, Abdul Gafur Mas’ud Bupati Kabupaten Penajam Pasir Utara Propinsi Kalimantan Timur dan Terbit Rencana Perangin-angin Bupati Kabupaten Langkat Propinsi Sumatra Utara.

Tim Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Rahmat Efendi pada tanggal 5 Januari 2022 di Kota Bekasi, atas dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan. Abdul Gafur Mas’ud ditangkap disebuah mal di Jakarta Selatan pada tanggal 13 Januari 2022. Dia dijerat atas dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan.

Pada tanggal 18 Januari 2022, Tim KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Terbit Rencana Perangin-angin Bupati Kabupaten Langkat Sumatra Utara.

Penangkapan Rahmat Efendi, Abdul Gafur Mas’ud dan Terbit Rencana Perangin-angin menambah jumlah kepala daerah yang tersandung hukum di Komisi Anti Rasua itu.

Berdasarkan data yang tercatat di KPK, sejak lembaga ini berdiri, sebanyak 22 Gubernur yang ditahan. Sedangkan jumlah kepala daerah tingkat dua ( Bupati/wakil Bupati dan Walikota /Wakil Walikota) yang ditindak Komisi Pemberantasan Korupsi sebanyak 145 orang, sehingga jumlah total kepala daerah yang terjerat proses hukum sebanyak 167 orang.

Pertanyaan besar kemudian mengapa sudah banyak kepala daerah yang terjerat kasus hukum dengan KPK tapi seolah biasa saja. Bahkan menurut pikiran manusia normal KPK telah mempermalukan dengan menayangkan di media TV dan media lainnya sehingga ditonton oleh jutaan manusia tapi korupsi masih terus merajalela. Sebagai manusia beragama dan punya iman sungguh perbuatan korupsi adalah perbuatan yang sangat terhina sebab identik dengan perampok, pencuri, penipu dan pemeras.

Menurut Menteri Dalam Negeri Dr. M. Tito Karnavian, ada tiga penyebab utama yang membuat kasus korupsi kerap terjadi di Indonesia.

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan kemendagri, terdapat tiga alasan utama yakni; pertama, masih adanya sistem yang membuka celah terjadinya tindakan korupsi,termasuk didalamnya sistem administrasi pemerintahan yang tidak transparan, politik berbiaya tinggi dan rekrutmen aparatur sipil negara (ASN) dengan imbalan, kata mendagri seperti dilansir laman resmi Kemendagri, Senin 24/1/2024.

Mendagri mengatakan bahwa sejumlah penerapan administrasi pemerintahan yang membuka peluang terjadi tindakan korupsi adalah sistem yang mengandalkan pertemuan fisik, alur birokrasi yang berbelit-belit dan regulasi yang terlalu panjang.

Penyebab kedua menurut Mendagri terkait kurangnya integritas yang dimiliki oleh individu penyelenggara negara dan atau ASN, sehingga menimbulkan tindakan korupsi. Hal itu juga didorong dengan kurangnya kesejahteraan yang didapatkan oleh penyelenggara negara. Untuk itu, aspek kesejahteraan harus dipikirkan untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi walaupun tidak sepenuhnya menjamin perilaku korup akan hilang.

Penyebab ketiga yakni terkait dengan budaya. Masalahnya seringkali ditemukan praktek-praktek yang salah namun dianggap benar dan loyalitas yang salah kaprah. Budaya korupsi ini harus dipangkas dari atas sampai bawah, punya mindset dan frekwensi yang sama, kata Mendagri.

Kalau tindakan korupsi dari kepala daerah masih terus marak seperti sekarang, mungkin pertimbangan Hukuman Mati menjadi pilihan hukuman terbaik yang diberikan kepada para koruptor. Mungkin Hukuman Mati menjadi cara terbaik pencegahan korupsi sebab hukuman yang selama ini diberikan tidak ada efek jera untuk para pelaku baru.

Leave a Comment