Ngeri!! Harga Sapi Rakyat Disikat Isue PMK, Impor Sapi Merajela

DULU kami menggugat UU peternakan dan kesehatan hewan ke Mahkamah Konstitusi (MK), karena keresahan atas minat besar oligarki Indonesia impor sapi, bahkan dengan cara menerobos norma yang selama ini dianut sejak jaman kolonial Belanda, yakni tidak melakukan impor sapi dari negara yang masih terjangkit penyakit mulut kuku.

Gugatan diterima MK, kami menang, Indonesia tak boleh impor hewan ternak sapi dari negara atau zona yang masih terjangkit penyakit mulut kuku. Namun dalam sekejap UU diubah, peraturan perundangannya diubah. UU baru tidak menjadikan putusan MK sebagai rujukan norma. UU dibuat oleh DPR seenake dewe. Keblinger!

Pemerintah menikmatinya. Kran impor terbuka lebar. Pemerintah seperti tak mau tau, ingin mendapat sapi impor yang murah, harga daging dalam negeri agar murah, namun mengorbankan kondisi kesehatan hewan yang berpotensi tertular penyakit mulut kuku. Blas! impor sapi dibuka dari seluruh penjuru dunia.

Negara-negara yang masih terjangkit penyakit mulut kuku pun boleh melakukan ekspor ke Indonesia. Mungkin ini yang sekarang berakibat Indonesia kembali terjebak dalam pandemi penyakit mulut kuku pada hewan. Wallahualam.

Padahal Indonesia selama berpuluh-puluh tahun telah terbebas dari penyakit mulut kuku. Ini menjadi keuntungan besar bagi Indonesia, karena berdasarkan regulasi internasional jika negara terbebas dari penyakit mulut kuku, maka boleh ekspor ke seluruh dunia tanpa pembatasan isue kesehatan. Sekarang tentu tidak bisa lagi.

Maka jadilah Indonesia sekarang muara tempat pertarungan para importir sapi dari seluruh penjuru dunia, mau negara berpenyakit semacam mulut kuku boleh impor ke Indonesia.

Siapa yang paling menikmatinya? Tentu saja oligarki. Pertama yang untung adalah yang memberikan rekomendasi impor, yakni Kementerian Pertanian.

Ijin impor itu sedap, para pengusaha berebutan, bersaing mendapat ijin ini. Mereka siap bertaruh apapun dan berapapun untuk mendapatkan jatah impor.

Harga daging murah di luar negeri bisa membuat importir mendapatkan untung banyak di Indonesia. Karena jual hewan ternak sapi di Indonesia tetap lebih murah dari piaraan petani dan peternak dalam negeri.

Akhirnya ambruk lah usaha ternak masayarakat, harga sapi dan kerbau milik rakyat tidak mampu bersaing dengan ternak-ternak impor.

Kasihan petani dan peternak kita.
Peternak di Bima, Sumbawa, Sulawesi dan daerah lainnya. Merekalah Pihak pertama dan paling menderita karena impor ternak dibajak oligarki.(**)

Oleh: Salamuddin Daeng, Pengamat Ekonomi dan Peneliti AEPI

syarif: