Pakar Pidana Kecam Nadiem Menghilangkan Peran Madrasah dalam RUU Sisdiknas

Presiden Asosiasi  Ahli Pidana Indonesia (AAPI) Dr Muhammad Taufiq SH, MH /foto: Ist

JAKARTA. Pewartasatu.com–  Presiden Asosiasi Ahli Pidana Indonesia (AAPI), Dr. Muhammad Taufiq, SH.,M.H mengecam Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim, yang begitu bersemangat menghilangkan peran madrasah dalam sistem pendidikan nasional.

“Sebenanya, ada target apa sih….mas menteri, begitu bersemangat menghilangkan peran madrasah? Mas menteri paham gak sih… peran madrasah dalam konteks sejarah lahirnya Indonesia, atau dalam bahasa kerennya sekarang ini, lahirnya NKRI?”

“Mas menteri baca tidak, siapa yang pertama kali mencerdaskan bangsa Indonesia? Itu ada dalam pembukaan undang-undang dasar,” kata Dr Muhammad Taufiq melalui channel youtube MT & P yang dikutip  Pewartasatu.com di Jakarta, Selasa 29 Maret 2022.

Pengajar pada Fakultas Hukum Unissula Semarang itu, bahkan meyatakan, penghilangan peran madrasah sebagai sebuah satuan pendidikan dalam system pendidikan nasional  seolah upaya sinkronisasi untuk menghilangkan kesan anti-toleransi.

“Padahal itu tidak nyambung sama sekali,” ujar Taufiq. Taufiq juga menyebut perancang RUU Sisdiknas yang tidak menyertakan pihak –pihak yang selama ini menyelenggarakan system pendidikan pesantren sekaligus madrasah  dalam pembahasan RUU Sisdiknas sebagai tidak ada sopan santun.

“Menjadi sebuah pertanyan besar bagi saya, bagaimana dengan teganya, dan begitu beraninya, tanpa sopan santun, tanpa belajar sejarah, meniadakan keberadaan madrasah,” kata Taufiq.

“Tidak mungkin  ada orang pintar di negeri ini. Gak mungkin ada orang yang bisa menjadi pengajar di perguruan tinggi kalau tidak lahir dari tangan-tangan ustad-ustad di madrasah atau para kiyai pemilik pesantren sekaligus madrasah itu,” ujar  advokat dari MT&P Lawfirm Surakarta itu

Taufiq menunjuk jasa pendidikan system madrasah/ pesantren yang melahirkan tokoh tokoh besar di era sebelum Indonesia merdeka, antara lain KH Ahmad Dahlan dari Muhammadiyah dan KH Hasyim Ashari dari NU.

Taufiq mengingatkan, sejak dia menempuh pendidikan S1, bahkan kini sudah berkembang,banyak lembaga pendidikan yang mencantumkan bagi penghafal Alquran, hafidz, diberi kesempatan masuk tanpa tes.

“Untuk masuk tentara hal serupa itu juga ada,” lanjutnya.

Dikutip dari salah satu media online nasional, Ketua Himpunan Sekolah dan Madrasah Islam Nusantara (Hisminu), Arifin Junaidi mengkritik keras RUU Sisdiknas yang disusun Kemendikbud.

Ia menilai UU Sisdiknas pada 2003 yang berlaku saat ini sudah memperkuat peranan madrasah dalam satu tarikan nafas dengan sekolah.

“Alih-alih memperkuat integrasi sekolah dan madrasah, draf RUU Sisdiknas malah menghapus penyebutan madrasah,” kata Arifin dalam keterangannya, dikutip Senin (28/3).

Kritik keras juga dilontarkan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti yang khawatir penghapusan frasa madrasah bakal menimbulkan berbagai masalah baru.

Dalam kaitan ini Muhammad Taufiq mempertanyakan, sebenarnya politik pendidikan kita itu apa.Menjadikan orang jauh dari agama atau menjadikan orang sekuler. Pertanyaan lain, apakah kita ini sudah cukup pintar?

Dia mengingatkan, tidak ada Negara yang warganya pintar tanpa agama. Bahkan dibeberapa negerimaju sekarang ini sudah semakin menggunakan pendekatan agama. Taufiq kemudian menunjuk praktik bank-bank syariah di banyak Negara maju.

Muhammad Taufiq yang waktu remajanya pernah menjadi wartawan di Harian Terbit  itu menyatakan tekad,akan menggugat siapa pun yang mendukung keinginan Mendikbud untuk sama sekali tak memberi ruang kepada madrasah dalam system pendidikan nasional.

“Sekali lagi, dengan cara apa pun saya akan gugat, saya akan mengajak seluruh masyarakat menolak RUU Sisdiknas agar tidak masuk dalam proses legislasi nasional, menolak dengan segala cara,” lanjutnya.

Kepada DPR Taufiq mengingatkan, “Kalian itu punya tanggung jawab kepada konstituen, kepada Tuhan YME.”

“Apa jadinya kalau Negara ini dibangun, dikelola, kalau pendidikannya tak mencantumkan madrasah sebagai satuan pendidikan. Bahkan peran agama pun akan dipersempit,” ujar Taufiq (bri)

 

 

 

 

 

Brilliansyah: