JAKARTA, Pewartasatu.com– Banyak alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi persoalan pupuk yang selalu menjadi pokok persoalan dalam setiap pembahasan peningkatan produksi pertanian di tanah air.
Salah satunya, ungkap anggota Komisi IV DPR RI membidangi Pertanian, Perikanan, Kehutanan dan Lingkungan Hidup (LH), Dr H Andi Akmal Pasluddin kepada Pewartasatu.com di Jakarta, akhir pekan ini dengan cara mengembangkan pupuk hayati dari rumput laut dan limbah perikanan.
Selama ini, papar Andi Akmal, senator dari Dapil II Provinsi Sulawesi Selatan tersebut, baru memanfaatkan limbah kotoran hewan yang dipadukan dengan limbah tanaman seperti kombinasi kotoran sapi atau ternak lainnya yang dipadukan dengan limbah sawit atau kotoran hewan ternak dengan limbah tebu atau batang padi.
Kini, lanjut politisi senior dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI tersebut, ada alternatif pengembangan pupuk hayati dari rumput laut dan limbah perikanan. Dan, ini menjadi harapan menutupi kekurangan kebutuhan pupuk.
Sebelumnya, kata Andi Akmal, maslah pupuk organik dari limbah ternak dipersoalkan pada dua masalah, yakni volume dengan efektifitas kecil serta persoalan emisi karbon. Efektifitas Pupuk Kimia yang efisien terhadap jumlah volume masih terus menjadi andalan meskipun lama kelamaan merusak struktur tanah dalam kurun waktu tertentu.
“Formula produksi pupuk hayati berbasis rumput laut dan limbah perikanan kami harapkan memiliki efisiensi yang kuat setara pupuk kimia, sehingga dalam jangka pendek dapat memenuhi kebutuhan kekurangan pupuk di kalangan petani,” urai dia.
Dambahkan, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil rumput laut terbesar di dunia dan belum menjadi negara mampu mengoptimalkan potensi alam untuk melayani kebutuhan dunia. Terbukti, banyak olahan produk makanan yang berbahan baku rumput laut malah di pasok Jepang dan Thailand yang juga masuk di pasar-pasar retail modern di Indonesia.
Memaksimalkan komoditas rumput laut ini, kata Andi Akmal, selain untuk kebutuhan pangan manusia, limbahnya masih bermanfaat, dioptimalkan untuk Pupuk sehingga salah satu alternatif mengatasi persoalan pupuk yang selama ini terjadi di tanah air.
Saat ini, anggaran Pupuk subsidi yang dialokasikan Pemerintah hanya sekitar Rp 20 triliunan, walau pernah mencapai Rp 34 triliun. Dan, itu hanya memenuhi sekitar 34 persen kebutuhan pupuk nasional.
Bila ini bisa dilakukan, kata Andi Akmal, itu terobosan yang dapat memenuhi kebutuhan pupuk dalam negeri dan menghemat uang negara yang begitu signifikan. “Uang yang seharusnya dianggarkan untuk pupuk itu malah dapat dialihkan untuk keperluan lain atau digunakan untuk inovasi pengembangan yang nantinya menjadi andalan persaiangan global tanta niaga produk pertanian kita,” ujar Andi Akmal.
Dijelaskan,
Kementerian Pertanian (Kementan) sudah sejak 2009 punya program Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO) yang setiap tahunnya selalu digelontorkan ratusan milyar rupiah untuk para kelompok peternak.
Namun, upaya program ini sangat minim keberhasilannya dengan dua indikator utama, populasi Sapi secara Nasional tidak kunjung baik yang terbukti masih marak importasi daging dan polemik pemenuhan kebutuhan pupuk masih terus terjadi yang terbukti masih terjadi langkanya pupuk subsidi di berbagai daerah.
Andi Akmal meneruskan, berdasarkan dari beberapa kajian yang ada di kampus-kampus, rumput Laut Indonesia dapat Diolah Jadi Gula hingga Bioetanol. Selain ramah lingkungan, olahan rumput pengganti pupuk kimia ini juga diproduksi dengan bahan-bahan yang mudah ditemukan dan melimpah.
Saya, kata Andi Akmal, berharap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serius untuk mengembangkan pupuk hayati dari rumput laut dan limbah perikanan sebagai alternatif menyelesaikan persoalan pupuk nasional, baik pupuk subsidi maupun non subsidi.
“Ketika ini sudah terealisasi, kita semua berharap pada upaya ini akan memberikan manfaat dan peningkatan ekonomi nasional sehingga daya beli masyarakat dikalangan petani dan nelayan dapat meningkat di kemudian hari,” demikian Dr H Andi Akmal Pasluddin.
(fandy)