JAKARTA, Pewartasatu.com – Tahun 2023 diprediksi ekonomi dunia dalam masa sulit bahkan bisa mengalami resesi. Kekhawatiran ini membuat serikat pekerja menolak keras kebijakan adanya PHK besar-besaran di tengah ancaman resesi.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, pihaknya tidak menampik tentang kemungkinan akan adanya resesi. Pasalnya di beberapa negara Eropa, buruh-buruhnya bahkan melakukan demonstrasi dikarenakan harga-harga melambung tinggi. “Mereka juga menyuarakan penolakan atas kenaikan harga dan PHK besar-besaran,” kata Said di Jakarta, Senin (10/10/2022).
Untuk menyuarakan tuntutannya, Partai Buruh bersama elemen kelas pekerja akan melakukan unjuk rasa 50 ribu buruh di Istana Negara pada tanggal 12 Oktober 2022. Massa aksi di Istana berasal dari Banten, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Tidak hanya itu, pada saat yang sama, aksi juga dilakukan di 31 provinsi yang lain, dengan titik aksi di kantor gubernur masing-masing provinsi.
“Dalam aksi ini, setidaknya ada 6 tuntutan yang akan diusung. Selain menolak PHK, buruh juga menyuarakan penolakan terhadap kenaikan harga BBM, tolak omnibuslaw UU Cipta Kerja, Naikkan UMK/UMSK tahun 2023 sebesar 13%, wujudkan reforma agraria, dan sahkan RUU PRT,” tukasnya.
Partai Buruh, kata Said, juga mengecam keras cara pemerintah menebar rasa takut kepada kaum buruh. “Hentikan kalimat ‘kebohongan’ dan ‘provokatif’ yang menyatakan ancaman resesi akan menimbulkan dampak serius,” cetusnya.
Dia menegaskan, tugas para menteri seharusnya menumbuhkan optimisme dan melakukan langkah-langkah pencegahan agar tidak terjadi resesi.
“Para menteri yang menyatakan ancaman di depan mata adalah provokatif dan menimbulkan monster ketakutan bagi kaum buruh dengan momok monster PHK. Oleh karena itu, partai Buruh mengecam keras kalimat yang pesimis yang bertentangan dengan sikap Presiden Jokowi yang menyuarakan optimisme,” paparnya.
Lebih jauh ia mengatakan, ancaman resesi yang sudah di depan mata menunjukkan bahwa omnibus law UU Cipta Kerja telah gagal memenuhi janjinya. “Dijanjikan akan tercipta lapangan kerja dan perekonomian semakin membaik, namun nyatanya semua janji itu jauh panggang dari api,” katanya.
Ia mengatakan, kenaikan harga BBM menyebabkan kenaikan harga barang, dan ditambahkan tidak adanya kenaikan upah membuat daya beli jatuh. “Jatuhnya daya beli mengakibatkan turunnya tingkat konsumsi yang berdampak pada melemahnya pertumbuhan ekonomi. Inilah yang justru memicu terjadinya PHK,” tutup Said.(**)