Jakarta, Pewartasatu.com – Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Center for Strategic International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengidentifikasi empat implikasi penataan ulang daftar pemilihan (dapil) baru di tiga daerah otonomi baru (DOB) Papua.
Ia menyebutkan implikasi pertama adalah penataan ulang dapil di Papua dari satu menjadi empat dapil sehubungan dengan penambahan tiga provinsi baru di Papua, yakni Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.
“Implikasi kedua adalah alokasi kursi DPR RI yang semula 10 bertambah menjadi 12 kursi,” kata Arya Fernandes ketika dihubungi di Jakarta, Selasa, terkait dengan polemik revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Dalam UU Pemilu Pasal 187 ayat (2) menyatakan bahwa jumlah kursi setiap dapil paling sedikit tiga kursi dan paling banyak 10 kursi.
Ketiga, lanjut dia, jumlah anggota DPD RI bertambah, sebelumnya 136 menjadi 148 kursi. Hal ini mengacu pada Pasal 186 UU Pemilu yang menyebutkan anggota DPD untuk setiap provinsi sebanyak empat orang.
Keempat, tahapan pemilu 2024, seperti persyaratan dan pendaftaran parpol peserta pemilu harus memiliki struktur organisasi kepengurusan di setiap provinsi, khususnya bagi tiga DOB Papua.
Ia mengatakan bahwa keberadaan para wakil rakyat Papua merupakan salah satu cara mengawal program strategis pembangunan Papua. “Saya kira itu salah satu cara untuk menyalurkan aspirasi agar suara masyarakat Papua lebih didengar di pusat,” kata Arya.
Perpu Penambahan Dapil
Arya juga mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) terkait penambahan daerah pemilihan (dapil) baru pada Pemilu 2024.
“Jadi, sebelum Oktober, dimulainya penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan, harus ada Perpu,” kata Fernandes Arya ketika dihubungi di Jakarta, Selasa.
Ia menyebutkan, tahapan penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan mulai 14 Oktober 2022 hingga 9 Februari 2023.
Menurutnya, Perpu menjadi pilihan utama karena waktu pembentukan lebih cepat ketimbang revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Ia menilai DPR tidak akan membuka kesempatan untuk merevisi UU Pemilu karena tahapan pertama pada tanggal 14 Juni 2022, yakni perencanaan program dan anggaran serta penyusunan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan pemilu.
Pembahasan revisi UU Pemilu, lanjut Arya, juga memberi peluang bagi partai politik untuk membahas perubahan pasal lainnya.
Lebih jauh ia mengatakan, revisi UU Pemilu secara terbatas dapat dilakukan, terutama pada lampiran terkait dengan alokasi daerah pemilihan. “Jadi, untuk menghindari kerumitan pada masa depan, sebaiknya ada penataan ulang dapil dan alokasi kursi,” tutup Arya.(**)